Minggu, 01 April 2012

HAPPINESS ISLAND



HAPPINESS ISLAND


“Pokoknya, Mami tidak setuju!” Puncak ubun-ubun Christine nyaris meledak.
            Kalau saja tensi darahnya sedang tinggi, mungkin Christine akan langsung pingsan, koma, atau bahkan mendadak terkena serangan jantung begitu mendengar apa yang baru saja Dean utarakan. Anaknya itu pernah menyampaikan hal yang sama beberapa waktu  yang lalu. Tapi saat itu suasana hati Christine mungkin tidak sekacau saat ini, sehingga ia tidak begitu menanggapi omongan Dean, yang justru dianggapnya sebagai sebuah kelakar seorang anak bau kencur. Tapi kali ini, Christine tidak menemukan nada guyon dalam suara Dean. Sinar mata Dean yang meredup menunjukkan kesungguhan. Itulah yang membuat Christine bersikukuh pada pendiriannya.
            “Kalau sampai kamu menikah dengan perempuan itu, Mami akan pergi!” Ancam Christine menjadi ultimatum terakhirnya.
            Dean menarik napas berat. Tubuhnya menegang. Kepalanya terasa baru saja dihantam palu godam saat ia sedang lengah. Dean melempar pandangannya pada daun-daun yang tertiup angin di luar jendela. Pada burung-burung yang hinggap dan menghisap putik sari bunga-bunga yang tumbuh di beranda rumahnya. Ia mencoba membuang jauh-jauh pikiran buruk tentang akibat yang akan terjadi pada kesehatan maminya kalau saja ia tetap memaksakan hubungannya dengan Felia.
            “Iya, Mam.” Lalu ia tersenyum. Senyum yang terpaksa ia ulas demi meredakan amarah maminya.
-o0o-
Langit mendadak muram. Semuram wajah Dean yang sejak siang tadi ditekuk, seolah tengah menyembunyikan sebuah kabar duka. Memang tidak sekelam kabar duka yang akan membuat siapapun miris mendengarnya, tetapi petir yang membelah awan sudah cukup menjadi pertanda akan adanya badai di hati Dean.
            Apakah salah kalau aku mencintainya?. Ratusan kali Dean menggumamkan pertanyaan itu. Ia seorang laki-laki, dan Felia seorang perempuan. Mestinya Mami lega bahwa Dean, anak lelaki Mami satu-satunya ini ‘normal’. Lalu kenapa Mami malah menentangnya habis-habisan?
            Apakah karena perbedaan usia antara Dean dan Felia yang teramat jauh? Dean masih duapuluh tiga tahun, sedangkan Felia sudah hampir kepala empat. Tapi apakah salah, kalau Dean mencintai seorang perempuan yang usianya terpaut jauh dengannya? Apakah dilarang kalau Dean memelihara rasa itu tetap tumbuh dan berkembang dalam dirinya?
            Kenapa?
            Kenapa cinta harus dibatasi oleh kasta, bahasa, dan budaya. Apakah cinta  tidak akan bisa bersatu jika terdapat perbedaan bangsa dan agama. Apakah cinta tidak akan kekal jika kita terpaut usia begitu jauh? Apakah masih akan ada cinta saat kita renta dan sudah tidak memiliki apapun untuk diperbandingkan?
            Dean mencoba memejamkan sepasang mata yang terus menerawang  ke berbagai pelosok kenangan dan harapan yang saling tindih. Tapi mata itu tetap terjaga, seperti cinta yang selalu setia meskipun terkadang cibir tak suka mengiang di telinganya.

-o0o-

“Mami kamu benar, Dean. Aku terlalu tua untuk kamu jadikan pasangan hidupmu.”        Dengan lembut, Felia berusaha meminta Dean menerima keputusan maminya, meskipun ia sendiri merasa kalut. Felia bahkan tidak yakin, bagaimana ia bisa mengurai benang cinta yang sudah ia rajut bersama Dean, seorang calon dokter yang menjadi kebanggan keluarganya. Ke mana bisa ia hempaskan kenangan manis yang ia jalin sekian lama  bersama Dean.
            Dean menatap mata Felia. Di kedalaman mata bening itu ia menemukan sebuah keraguan. Apakah Felia juga akan merasakan kehilangan yang sama dengan dirinya jika hubungan cinta mereka berakhir begitu saja.
            Tapi cinta memang bukan sesuatu yang harus dipaksakan. Cinta hanya akan berlayar di samudra yang sama, dan akan bertemu di pelabuhan yang sama pula.
            “Felia, bisakah kita kesampingkan masalah perbedaan usia kita. Bukankah banyak pasangan dengan perbedaan usia yang jauh tetapi kehidupan keluarga mereka baik-baik saja?”
            “Lalu apa yang akan kamu lakukan, Dean?”
            “Kita tetap harus menikah. Kita akan meninggalkan kota ini.” Dean menggenggam jemari Felia. Bersama Felia, ia harus memperjuangkan cinta mereka. Apapun yang terjadi.
            “Bagaimana dengan mami kamu?”
            Ucapan Felia menyadarkan Dean bahwa masih ada perempuan lain dalam hidup Dean yang juga mencintainya dan menentang cintanya dengan Felia. Dean tidak mungkin bisa mengabaikan cinta seorang perempuan yang dari rahimnya ia dilahirkan. Perempuan yang memberinya susu dan kehidupan dengan segenap cintanya sepanjang hayat. Dean tidak mungkin mengingkari cinta seorang ibu yang tak pernah lekang dimakan waktu dan lalu menukarnya dengan cinta Felia yang baru dikenalnya dua tahun belakangan saja.
            Dean terdiam. Hatinya tidak mungkin memilih salah satu dari keduanya : Felia, atau maminya. Bagi Dean, Christine bukan saja seorang ibu yang telah melahirkannya, melainkan juga seorang sahabat yang selalu membantu Dean menyelesaikan banyak hal dalam hidupnya. Maminya yang menuntun Dean dari lorong gelap saat ia terjebak dan ketakutan. Mami yang memayungi Dean saat hujan nyaris mengguyur tubuhnya. Mami yang menyelimuti Dean saat ia menggigil kedinginan.
            Sedangkan Felia, ia bukan saja perempuan istimewa yang telah memberinya cinta dengan tulus. Tidak seperti cinta kebanyakan perempuan lain yang hanya menginginkan sesuatu dari Dean tanpa bisa memberikan apapun. Felia yang menyadarkan Dean bahwa cinta bukan sesuatu yang ditunggu atau sekedar dicari, tetapi harus diperjuangkan dengan segenap kekuatan yang kita miliki. Felia telah membangunkan Dean saat ia terjatuh dan terpuruk.
            Dean tidak ingin maminya pergi jika ia memaksakan diri menikahi Felia. Tetapi ia juga tidak ingin membiarkan cinta yang sudah ia bangun bersama Felia lepas begitu saja.
            Lalu apakah ‘harus’ Dean memilih salah satu diantara kedua perempuan yang telah menerangi hati dan jiwanya itu?

-o0o-

Christine baru menutup pembicaraannya dengan seseorang dan meletakkan handphonenya di atas meja saat Dean melintas di hadapannya. Wajah lusuh Dean mengundangnya untuk menghentikan langkah Dean dan mengajaknya bicara.
            “Dean, kenapa kamu? Ada masalah di rumah sakit?” Sejenak Mami menunda hal penting yang sedari tadi hendak disampaikannya. Apalagi masih hangat obrolan Cristine dengan Maria, sahabatnya di telepon barusan.
            “Biasa aja, Mam. Tapi hari ini memang agak kurang konsentrasi dalam menangani pasien, jadi beberapa kali Dean mendapat teguran dari dokter setelah mendengar pasien-pasien itu komplain,” jelas Dean.
            “Apa kamu masih terus memikirkan perempuan itu?” nada suara Christine berubah tegas.
            “Tidak, Mam,” elak Dean membuat rasa curiga Christine sedikit menguap.
Yah, Christine memang kerapkali curiga jika melihat sikap Dean yang tiba-tiba berubah. Pasti karena perempuan yang telah memengaruhi hidup Dean itu. Perempuan tua yang tidak tahu diri, yang bisa-bisanya mencintai laki-laki yang usianya terpaut jauh sekali dengannya. Tadi pun Christine sempat berpikir kalau Dean masih berhubungan dengan Felia.
            “Bagus deh. Oh ya, Dean, tadi Mami ditelpon sama Tante Maria. Katanya, Nadia, anak kedua Tante Maria, tahun ini juga akan bertugas menjadi coass di rumah sakit tempat kamu praktek. Jadi selain kalian bisa saling kenal, sesama coass kalian juga bisa saling berbagi ilmu. Yah, syukur-syukur kalau kalian berjodoh..”
            “Mami apa-apaan sih, pakai acara jodoh-jodohan segala,” protes Dean.
            “Mami tidak menjodohkan kalian. Kalian kan sudah saling kenal. Kamu ingat tidak waktu Nadya merayakan ulang tahun ketujuh belasnya, dia kan terus-menerus memperhatikan kamu. Sepertinya, dia suka sama kamu. Jadi boleh dong mami menaruh harapan sama kalian, yang sama-sama masih muda dan punya masa depan cerah pula untuk lebih mengenal satu sama lain. Mami akan senang kalau bisa besanan dengan sahabat mami sejak sekolah dulu.”
            “Tuh, kan,” Dean memberenggut. Tapi ia segera memeluk maminya, untuk mengalihkan perhatiannya dari topik pembicaraan yang membuatnya bosan, sembari mencoba mencairkan suasana hatinya yang kembali galau. Felia, sedang apa kamu sekarang. Kalau Mami menginginkan seorang menantu seorang dokter, kenapa ia tidak menyetujui saja hubunganku dengan Felia, yang juga seorang dokter, specialist bahkan.
-o0o-
Satu tahun berlalu sejak Dean memutuskan hubungannya dengan Felia. Dean berusaha menyimpan kenangan bersama Felia selama ia bertugas menjadi coass-nya di rumah sakit tempat Felia praktek. Sulit memang, melepas ikatan cinta secara terpaksa dengan seseorang, sedangkan kita  masih harus bertemu dengan orang itu setiap hari. Itulah yang terjadi dengan Dean dan Felia. Hanya tugas kedokteran yang selalu mereka pegang secara professional saja yang menjadi batasan mereka. Semua ini mereka lakukan demi kesehatan mami Dean.
            Tapi kesehatan Christine tidak kemudian membaik. Seiring dengan pertambahan usia, Christine sekarang lebih sering sakit. Apalagi kalau ia sedang memikirkan Dean yang masih saja belum menunjukkan tanda-tanda menyukai Nadia atau perempuan lainnya. Yang ada Dean semakin menutup diri dan selalu menghindari maminya jika ditanya tentang hubungannya dengan perempuan selepas gagalnya rencana pernikahannya dengan Felia.
            Semula Christine curiga kalau Dean masih saja menjalin hubungan dengan Felia. Tetapi itu tidak terbukti sama sekali karena selama Dean ada di rumah, Christine tidak pernah memergoki Dean sedang menelpon siapapun, terlebih perempuan, atau bahkan Felia. Meskipun Felia sama-sama berfrofesi sebagai seorang dokter, tetapi Mami tidak ingin Dean menikah dengan perempuan yang usianya sudah hampir senja itu. Tetapi melihat Dean yang selalu mengurung diri di kamar, kekhawatiran Christine semakin menjadi-jadi. Kekhwatiran inilah yang kemudian membuat kesehatannya memburuk.
            Sampai pada puncaknya Christine jatuh sakit akibat tensinya yang naik tajam.  Ia pun harus menjalani perawatan selama beberapa hari di rumah sakit. Christine mendapat perawatan paling istimewa karena dr. Dean Prayoga, anak semata wayangnya juga bertugas di rumah sakit itu.
            Dua hari dirawat di rumah sakit membuat kesehatan Christine membaik. Ia mulai banyak menemukan hal baru tentang Dean dan Felia yang selama ini tidak ia ketahui.  Beberapa coass yang tertangkap berbisik-bisik membicarakan dokter mereka, yaitu dr. Dean Prayoga dan dr. Felia Indah Nugraha, yang terpaksa membatalkan rencana pernikahan mereka demi membahagiakan sang mami. Kebesaran hati dr. Felia yang rela mundur demi kesehatan mami dr. Dean  membuat seisi rumah sakit yang mengetahui kisah cinta mereka merasa takjub dan salut kepada dr. Felia.
            Jadi, selama ini yang memutuskan hubungan cinta itu adalah Felia, dan bukan Dean? Apakah Dean begitu mencintai Felia sehingga hal ini membuatnya berubah menjadi dingin? Lalu kenapa Felia sampai sekarang masih saja melajang sejak ia memutuskan hubungannya dengan Dean? Apakah perempuan itu juga memiliki perasaan yang sama dengan Dean? Hati kecil Christine terus melontarkan pertanyaan yang sepertinya sulit untuk dijawab, jika tidak kepada mereka berdua ia menanyakannya secara langsung.
            Dan Christine memang membutuhkan jawaban itu. Ia tidak ingin menyiksa anaknya dengan batasan cinta yang ia buat sendiri. Dinding tebal yang sulit ditembus yang telah ia bentangkan diantara Dean dan Felia membuat kedua insan itu semakin merana. Kendati jarak diantara mereka tidak begitu jauh, tetapi Christine yakin bayang-bayang dirinya selalu menghalau mereka semakin jauh. Kalau saja Mahendra, papi Dean masih ada, pasti Chsitine tidak akan sekeras ini. Christine hanya tidak ingin Dean memilih perempuan yang salah. Perempuan yang tidak tepat untuk dijadikan pasangan hidupnya sampai tua. Ia tidak ingin melihat anaknya bahagia dengan pasangan hidup yang ia pilih sendiri tetapi sekaligus mengingatkan dirinya pada perasaan hancur yang pernah ia alami dulu.
            Christine menghapus setitik air yang bergulir di pipinya. Masih tergambar jelas sosok lelaki itu. Adrian, lelaki muda yang membuatnya tergila-gila. Dulu. Puluhan tahun silam, ia pernah sangat jatuh cinta pada seorang pemuda yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya. Hubungan mereka pun ditentang habis-habisan oleh kedua orangtua Christine. Dan hubungan cinta yang telah dibangun lama pun kandas tak bersisa. Hal ini membuat Christine frustasi berat. Sampai suatu waktu kedua orangtuanya menjodohkan dirinya dengan Mahendra Prayoga. Perlu waktu cukup lama bagi Christine untuk bisa menumbuhkan benih cinta di hatinya untuk Mahendra. Kendati rasa itu kemudian tumbuh dan berkembang, terlebih setelah kehadiran Dean kecil, tetapi perasaan sakit itu masih belum bisa sirna.
            “Ibu baik-baik saja?” suara selembut peri membuyarkan lamunan Christine. Ia menyembunyikan kesedihan dengan memupus air mata yang berjatuhan dari matanya.
            “Iya, saya baik-baik saja,” jawab Christine sambil menatap wajah perempuan bersuara peri cantik itu.  “Dokter…?”
            “Saya Felia, Bu. Maaf, apa Ibu sudah lupa dengan saya?” Felia menjabat tangan Christine sambil tetap tersenyum. Senyum yang sama yang pernah ia ulas sewaktu Dean memperkenalkannya pada acara makan malam di rumah Dean.
            “Saya belum lupa,” balas Christine tanpa melepaskan pandangannya pada wajah cantik yang ia tatap beberapa tahun silam, yang kemudian selalu ia usir setiap kali berkelebat di wajahnya saat melihat binar bola mata Dean  jika sedang membicarakannya. Setitik air mata kembali luruh.
            “Saya mau pamit, Bu. Besok saya harus pindah tugas ke rumah sakit di luar kota. Ibu cepat sembuh, ya. Beruntung sekali Ibu memiliki anak seorang dokter, jadi kesehatan Ibu bisa terus terpantau.”
            Ini adalah hari terakhir Felia bertugas di rumah sakit itu. Rumah sakit yang juga telah membesarkan namanya sebagai seorang internis terkenal. Rumah sakit yang juga telah mempertemukannya pada sebuah cinta sejati dari seorang lelaki, sekaligus melepas cinta itu demi sebuah cinta yang paling jujur dalam hidup ini. Cinta pada seorang ibu. Besok Felia sudah akan bertugas di sebuah rumah sakit yang lebih kecil di luar kota. Ia dipercaya mengemban tanggung jawab  yang lebih besar di sana, menyangkut kesehatan warga sekitar yang rentan tertimpa wabah penyakit. Satu lagi bentuk pengabdian Felia dalam hidupnya.
-o0o-
“Apa yang kamu tunggu?” Christine melempar senyum yang sudah sejak lama ia simpan untuk Dean. Dean pun melengkungkan garis bibirnya melihat binar bola mata maminya melebar.
            “Jadi Mami setuju?”
            Christine mengangguk sambil memejamkan matanya dengan tulus.
            Dean memeluk maminya dengan penuh cinta dan haru. Ia berkali-kali mengecup pipi Christine sebagai ungkapan bahagia dan rasa terima kasihnya yang paling dalam.
            Christine merasa sangat bahagia melihat Dean begitu antusias mengejar cintanya yang telah lama kandas. Christine yakin Dean akan mampu membawa bahtera yang karam itu ke tengah lautan dan mengarunginya bersama Felia di sana. Mereka berdua akan berlabuh di sebuah pulau bernama Happines Island.
25 Maret 2012

-oOOo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar