Senin, 02 April 2012

FF : CINTA TANPA KATA


CINTA TANPA KATA


Aku kembali menatap lentik bulu mata itu. Pipi tembem dan bibir mungilnya masih bergerak seolah sedang menikmati susu yang biasa ia hisap dari puting ibunya. Anak itu sudah terlelap dalam mimpi masa kanak-kanaknya yang indah. Dan aku hanya akan bisa tidur setelah puas memandangi bayi lucu itu dan memastikan ia aman dalam sleeping box-nya.
                Bayi perempuan mungil, cucu pertamaku itu sehat dan menggemaskan. Ia terlahir normal dari rahim anak perempuanku yang tuna wicara. Begitupun ayah bayi itu, menantuku, juga memiliki kekurangan yang sama. Keduanya bertemu dalam sebuah club olahraga yang mereka sama-sama tekuni. Cinta kemudian tumbuh melalui bahasa mereka yang kerap kali tidak aku pahami.
                “Lusy suka sama Sapto?” tanyaku sebelum pernikahan mereka berlangsung beberapa bulan kemudian.
                Anakku mengangguk. Binar di matanya memancarkan jawaban dari pertanyaan yang aku ajukan. Dalam bahasa isyarat ia mengatakan kalau Sapto juga mencintainya. Pada awalnya aku ragu, bagaimana mereka bisa menyelami perasaan cinta itu satu sama lain sementara mereka hanya bicara melalui gerakan tangan dan bibir dengan sedikit suara terbata. Padahal aku sendiri, terkadang masih agak sulit memahami apa yang Lusy bicarakan.
                Lusy menggenggam tanganku,  memohon dukungan. Aku mengangguk seraya mengecup keningnya sebagai bentuk kebahagiaan yang aku rasakan. Aku memang merasa sangat bahagia mendapati puteriku yang sudah beranjak dewasa telah menemukan tambatan hatinya. Aku bahagia atas kebahagiaan yang telah diraih anakku.
                Beberapa bulan kemudian Lusy dan Sapto menikah dalam acara yang cukup sederhana sesuai dengan keinginan  mereka. Bagi mereka –dan kami pun sependapat- acara resepsi yang sederhana sama sakralnya dengan acara yang digelar besar-besaran. Yang penting adalah doa dari semua undangan.
                Kemudian, atas permintaan kami, Lusy dan Sapto tinggal bersama kami. Sapto ternyata menantu yang baik dan sopan. Kami mencintainya seperti kami mencintai Lusy anak kami sendiri. Aku bahkan bisa memastikan kalau cinta Sapto kepada Lusy begitu besar.
                I Love You,” dengan gerak bibir dan tangan, aku melihat Sapto mengutarakan isi hatinya kepada Lusy ketika mengetahui Lusy mulai mengandung anak mereka. Kebahagian semakin sempurna.
                Lusy menitikkan air mata bahagianya. Tuhan telah mempertemukan ia dengan seorang lelaki penuh tanggung jawab yang mencintainya sepenuh hati. Sapto telah memberikan Lusy bukan saja cinta dan rasa percaya diri, tetapi ia telah membuat Lusy menjadi seorang ibu dari bayi cantik yang dilahirkannya sembilan bulan kemudian.
                Aku semakin yakin bahwa cinta memang tidak memerlukan kata-kata untuk disampaikan secara verbal. Bahasa hati jauh lebih bermakna dan lebih mudah dipahami, ketimbang kata-kata yang bisa saja berupa dusta belaka.

-o0o-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar