Jumat, 10 Agustus 2012

Sebening Oase Kalbu

Sanggupkah  Maaf Sembuhkan Luka?
Kamiluddin Azis


Honda civic yang kukendarai dengan kecepatan tinggi kuparkirkan buru-buru di depan sebuah rumah sakit. Aku lari melewati beberapa koridor, membelah bebauan pembersih lantai anti kuman, menuju tempat persalinan. Mami yang mengabariku bahwa Venna, istriku mengalami pendarahan hebat sudah berada di sana. Menanti kelahiran bayi itu.
            Bayi itu? Kakiku mendadak berhenti berlari. Langkah ini beringsut gontai. Haruskah aku sepanik ini saat menghadapi proses persalinan istriku, sementara bayi yang akan ia lahirkan bukanlah dari benihku. Bukan benih cinta yang mestinya kutanam dalam rahimnya? Tapi Venna tetap istriku. Aku tidak ingin ia mengalami sesuatu yang buruk akibat pendarahan itu.
            “Tio... “ Mami menghambur memelukku. Tersedu hingga membuat kemejaku basah oleh derainya. “Venna sudah masuk ruang operasi,” lanjutnya seraya menyeka sisa rinai di matanya. Kelopaknya membengkak. Aku tahu pasti, kekhawatiran Mami bermuara di mana. “Iya, Mam. Kita berdoa saja semoga Venna dan anaknya selamat,” ucapku membuat sebutir kristal yang menggenang di pelupuk mata Mami kembali berguguran.
             “Denis sudah ada di sini,” bisiknya kemudian.
Dari sudut mataku tertangkap bayangan seorang lelaki bersandar pada dinding ruang tunggu operasi. Denis. Meskipun malas menemuinya, aku tetap saja menghampirinya.
“Untuk apa kamu datang ke sini?” tanyaku dengan nada dingin.
“Untuk kalian,” setelah beberapa saat tertunduk, Denis berani menatap mataku.
“Untukku dan Venna? Bukan untuk bayimu?” sindirku. Darahku mendidih saat mata kami beradu. Denis membisu. Jemarinya bertautan mempermainkan nada gelisah.
“Dari dulu kamu memang pecundang, Nis! Kasihan Venna. Karena kelakuan bejatmu, Ia menanggung rasa bersalah selama berbulan-bulan,” aku berusaha menahan intonasi suaraku agar tidak menarik perhatian orang lain.
“Aku … Aku masih mencintainya, Yo.”
Beraninya ia mengucapkan itu di hadapanku. “Cinta tai!” tanganku mengepal dan siap melayangkan tinju ke mukanya kalau saja Mami tidak datang dan menarik lenganku.
“Dokter mau bicara denganmu,” bisik Mami tanpa mengindahkan pandangan Denis ke arah kami. Kepalan tanganku berangsur mengendur. Kuikuti langkah Mami menuju ruang operasi.
*
 
 Kisah selanjutnya bisa dibaca dalam buku Sebening Oase Kalbu

Minggu, 05 Agustus 2012

A Time to Forget You, Cerpen K-pop Pertamaku


A THOUSAND DREAMS of HALLYU

-- Kumpulan Cerpen K-POP --

Penulis:
Petra Shandi, Hylla Shane Gerhana, Kamiluddin Azis, Riskaninda Maharani,
Revika Rachmaniar, Nita Nurul Ramadhita, dkk

Hallyu Wave atau demam Korea telah melanda negara kita sejak beberapa tahun ke belakang. Kisah drama romantis maupun lagu-lagu energik K-POP seperti membius mereka. Tidak bisa dipungkiri fenomena ini berefek luar biasa di Indonesia. Sebagai gambaran, seorang gadis yang pada era tahun 90-an hingga awal tahun 2000-an mengidolakan selebritis Hollywood. Dan kini semua bergeser, mereka mengidolakan para lelaki cantik dari negeri gingseng.
Hal ini ternyata mempengaruhi dunia literasi. Seiring berjamurnya blog-blog berisi informasi tentang dunia hiburan Korea. Tidak sedikit mereka berkreasi membuat kisahnya sendiri dimana tokoh idolanya menjadi karakter utama pada kisah tersebut. Tulisan-tulisan yang kerap disebut Fan Fiction tersebut rupanya sangat digandrungi remaja. Terbukti banyak sekali jumlah pengunjung dan memberi komentar yang positif di sana. Jenis novel bertema K-POP pun disukai para pembaca, tidak sedikit novel bertema sejenis berjajar rapi di toko-toko buku terkemuka di Indonesia.
Fenomena tersebut tentunya menggelitik angan untuk membuat kumpulan cerpen “A Thousand Dreams of Hallyu”. Atas dasar pemikiran di atas, dibuatlah buku ini. Tentunya ini salah satu cara untuk menarik minat menulis pada remaja. Diberi tema yang digandrungi pasti membuat mereka bersemangat menulisnya.
“A Thousand Dreams of Hallyu” memberikan kisah-kisah menarik. Dapat dirasakan gejolak hati mereka saat mengeluarkan imajinasi dalam secarik kertas. Mereka para K-POPers yang tidak hanya semata mencintai idolanya, namun sungguh menjadikan sang idola sebagai motivasi untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu.
Selamat menikmati sajian hangat kumpulan cerpen K-POP “A Thousand Dream Of Hallyu” dan rasakan gejolak emosi didalamnya. Inilah karya mereka, calon penulis besar di masa depan. Selamat berapresiasi!

DAPATKAN BUKUNYA SEKARANG DENGAN SMS 081914032201
Tulis nama/alamat/jumlah/judul buku yang dipesan

Jujurlah Matahariku pada Ayah dan pada Dunia


Judul : Jujurlah Matahariku
Penulis : Kamiluddin Azis, Komala Sutha, dkk
Tebal : xxxvi + 247 hlm
Harga : Rp. 54.400,-
ISBN : 978-602-225-459-1

Sinopsis:
Membaca Antologi Cerpen Jujurlah Matahariku ini, membuat saya seolah sedang menyelami lebih dalam tentang kehidupan anak-anak di negara subur makmur ini. Kehidupan yang sangat ironis. Pada era digital yang dengan mudah orang, -termasuk anak-anak- mengakses berbagai informasi, masih saja ditemui keterbelakangan, kesulitan untuk mendapatkan perlakuan yang adil, terlebih gagap teknologi. Sebagian besar anak-anak Indonesia masih disibukkan dengan keharusan mereka memenuhi kebutuhan perutnya sendiri, bahkan tidak sedikit yang kemudian menjadi tulang punggung dan bertanggung jawab mengisi bakul nasi keluarga setiap hari. Kehidupan yang sangat keras, penuh liku perjuangan, harapan, juga keputusasaan. Perlakuan diskriminatif, eksploitasi terhadap anak, trafficking, kekerasan dalam rumah tangga, bullying menjadi PR bukan saja Komnas Perlindungan Anak, tetapi kita semua, segenap komponen bangsa ini.

Mungkin hanya sekelumit saja yang bisa diungkap. Kisah yang mengharu-biru, cerita sedih tentang kemismikan yang mendera, juga harapan-harapan sebagian besar anak yang tidak mampu mereka raih. Banyak kisah yang lebih dramatis memang, juga kisah-kisah membanggakan yang seharusnya muncul dan menjadi gambaran betapa kompleksnya dunia anak. Begitu luas, sangat jauh, dan kerap sering kita jadikan alasan saat kita tidak mampu memecah semua persoalan yang timbul. Tetapi 23 Kisah dalam buku ini setidaknya menjadi awal untuk kita membuka mata, mengenal dan memahami dunia anak jauh lebih dalam untuk kemudian lebih mencintai anak-anak kita. Anak-anak Indonesia. Generasi penerus yang di pundaknya kita letakkan masa depan bangsa dan negara ini.


Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!
juga bisa dipesan di Rumah Buku Pustaka Ilmu

CERPENKU : SANGGUPKAH MAAF SEMBUHKAN LUKA?

Judul: Sebening Oase Kalbu

Penulis: Novela Nian, Risty Arvel, Lina Khoirunnisa, Kamiluddin Azis, dkk

Penerbit: Pustaka Jingga
ISBN: 978-602-18430-8-6

Tebal: 172 hlm
Ukuran: 14x20
Harga: 35.000 (belum termasuk ongkir)

Sinopsis:
Hati ini memang tak dapat diraba. Kata maaf memang tak semudah itu terucap. Namun di akhirnya, pasti akan bertemu keindahan di balik segala peristiwa jika kita mampu mengalahkan dentuman amarah kita. Dendam yang berdebam, amarah yang membara, pun dengki yang teramat pedih akan menjadi penyakit tersindiri di hatimu.

Hancurkan semua keegoisan hati, yakinlah luka itu kan mengering pelan-pelan, walau bekasnya takkan tiada.

Karena sesungguhnya hati ini tak seputih salju, tapi tempias salju sudah mampu memupuskan kembara dendam tak berkesudah. Hati ini tak sejerih air telaga, tapi kesejukannya sudah mampu menyentuh bara yang mengakar di sana.

Hati ini tak sebening oase, tapi keindahannya sudah mampu mengikis pedih di hati.
Jadikanlah hati seputih salju, sejernih telaga atau sebening oase dengan ikhlas mengurai maaf.

-Risty Arvel & Novela Nian-

Buku ini sudah bisa dipesan melalui sms ke 0856 4545 9192 dengan format pesan SOK#nama lengkap#alamat lengkap#jumlah buku#no hp

Sabtu, 04 Agustus 2012

Jujurlah Matahariku - 23 Kisah Inspiratif untuk Memperingati Hari AnakNasional


Mengagumi Semangat Anak Bangsa

Sekolah adalah … tempat yang mengubah anak kecil menjadi laki-laki dewasa
The Time and the Place

Membaca Antologi Cerpen Jujurlah Matahariku ini, membuat saya seolah sedang menyelami lebih dalam tentang kehidupan anak-anak di negara subur makmur ini. Kehidupan yang sangat ironis. Pada era digital yang dengan mudah orang, -termasuk anak-anak- mengakses berbagai informasi, masih saja ditemui keterbelakangan, kesulitan untuk mendapatkan perlakuan yang adil, terlebih gagap teknologi. Sebagian besar anak-anak Indonesia masih disibukkan dengan keharusan mereka memenuhi kebutuhan perutnya sendiri, bahkan tidak sedikit yang kemudian menjadi tulang punggung dan bertanggung jawab mengisi bakul nasi keluarga setiap hari. Kehidupan yang sangat keras, penuh liku perjuangan, harapan, juga keputusasaan. Perlakuan diskriminatif, eksploitasi terhadap anak, trafficking, kekerasan dalam rumah tangga, bullying menjadi PR bukan saja Komnas Perlindungan Anak, tetapi kita semua, segenap komponen bangsa ini.
            Mungkin hanya sekelumit saja yang bisa diungkap. Kisah yang mengharu-biru, cerita sedih tentang kemismikan yang mendera, juga harapan-harapan sebagian besar anak yang tidak mampu mereka raih. Banyak kisah yang lebih dramatis memang, juga kisah-kisah membanggakan yang seharusnya muncul dan menjadi gambaran betapa kompleksnya dunia anak. Begitu luas, sangat jauh, dan kerap sering kita jadikan alasan saat kita tidak mampu memecah semua persoalan yang timbul. Tetapi 23 Kisah dalam buku ini setidaknya menjadi awal untuk kita membuka mata, mengenal dan memahami dunia anak jauh lebih dalam untuk kemudian lebih mencintai anak-anak kita. Anak-anak Indonesia. Generasi penerus yang di pundaknya kita letakkan masa depan bangsa dan negara ini.
            Sebagian besar kisah dalam antologi ini menunjukkan betapa besar perjuangan yang harus dilewati anak-anak untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Bahkan untuk mendapatkan hak mereka berupa pendidikan pun, mereka memburunya dengan kerja keras,  seolah itu adalah sebuah kewajiban mereka dan setelah itu terlunasi baru kemudian boleh menerima apa yang menjadi hak mereka. Menyedihkan, sekaligus membanggakan, karena hanya dengan kerja keras dan perjuangan saja, kegigihan anak bangsa ini tertempa. Kesungguhan merupakan pijakan pertama bagi anak-anak untuk menjadi lebih mandiri. Ketangguhan dan kemandirian anak-anak Indonesia merupakan sebuah aset besar yang bisa menjadi pondasi kokoh dalam  pembangunan negeri ini.
            Sebut saja Parjo dalam cerpen Parjo karya Zahra Qomara, atau Putra dan Ryan dalam Sebuah Gang Sebuah Cerita karya Junita Susanti, juga anak-anak yang menjadi Ojek Payung Malioboro  karya Nanakoha dan Bocah Bintan buah karya Riana Yahya, mereka semua adalah anak-anak kurang beruntung yang karena ketidakberuntungannya itu menjadikan mereka anak-anak yang tangguh dan memiliki semangat hidup yang besar. Belum lagi Catatan Ganef untuk Langit yang merupakan kegelisahan Endang SSN melihat mimpi anak jalanan yang begitu tinggi, ketegaran Teguh dalam Biji Tasbih Bara Aspal hasil potret Sandza dari kacamata tulisnya dan Kotak Amal-nya Johar Dwiaji Putra adalah replika hidup ‘semangat dan harapan’ anak-anak Indonesia. Mereka semua adalah generasi-generasi unggul yang bangsa ini miliki. Semestinya kita malu dengan semangat mereka. Semestinya kita menyediakan banyak ruang dan mempermudah langkah mereka untuk mengecap pendidikan yang layak tanpa harus mengumpulkan rupiah demi untuk membiayai hidup dan sekolah mereka.
            Kita juga akan dihadapkan pada permasalahan yang lebih pelik saat membaca Angan yang Terkoyak buah pikir Komala Sutha, serta Ajari Anakmu dengan Sastra goresan pena Remunggai M, yang menyentil dunia pendidikan di negara ini. Tentang kurikulum, tentang perlakuan tidak adil guru terhadap murid, juga tentang program pemerintah yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Atau kisah Bahar dalam Mimpi yang Hilang, yang ditulis oleh seorang guru muda bernama Sukamto Prasetyo yang mendedikasikan dirinya di negara tetangga demi mengajar anak-anak Indonesia di sana. Begitupun dengan kisah-kisah seperti Kenapa Jagoanku Berbeda karya Petra Shandi atau Wanita Sempurna karya Ayesha Syarif yang keduanya menjadi cerpen favorit dewan juri, Berjanjilah pada Ibu, Nak! karya Aimatul Hidayah, dan Aida Sayang Mama Ariany Primastutiek, serta cerpen saya yang berjudul Jujurlah Matahariku yang kesemuanya membuka mata para orangtua bagaimana mereka seharusnya merawat dan mendidik putra-putri mereka di rumah.
            Mengagumi semangat anak bangsa menjadi sebuah wacana praktis untuk kita menciptakan sebuah agenda yang mampu menata kembali bagaimana kita membesarkan bangsa ini dengan memulainya melalui peningkatan kualitas hidup anak-anak Indonesia. Jangan sampai kita terlena dan membiarkan perjuangan keras mereka di jalanan menjadi sia-sia. Jangan biarkan anak-anak Indonesia tidak mendapatkan haknya untuk hidup layak sebagaimana anak-anak  pada usianya, hak pengasuhan dan perlindungan, serta hak mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang adil. Semangat anak bangsa menjadi landasan pertama bagi pemerintah untuk memberikan ruang dan perlakuan khusus ‘melebihi’ apa yang mereka butuhkan, karena yakin anak-anak Indonesia bisa memberikan ‘jauh lebih’ dari sekedar yang diharapkan bangsa ini.
            Jujurlah Marahariku mengajak kita semua untuk selalu jujur dalam mendidik anak-anak kita, membimbing dan mencintai mereka agar kelak cinta di hati mereka mampu mendamaikan bumi ini. Buku ini hadir sebagai sebuah harapan besar, juga doa, semoga anak-anak Indonesia membawa bangsa ini pada sebuah kemajuan pesat, subur makmur dan adil sejahtera. Amin..
Bandung, 23 juli 2012

Kamiluddin Azis

Kamis, 02 Agustus 2012

KUMCER ANAK : Sepatu Roda Impian Naifa

Penerbit : deKa Publishing
ISBN : 978-602-18496-4-4
Tebal : vi + 139 hlm. ; 13 x 19 cm
Harga : Rp 32.000,-

Insya Allah, terbit minggu kedua bulan Agustus 2012..!!

Sinopsis :
Menikmati khayalan dengan berangan-angan sangatlah mengasyikkan. Apalagi, jika berkhayal bak sosok orang dewasa. Begitulah yang dirasakan anak-anak dalam cerita buku ini. Apa yang terjadi ketika anak usia dini harus berkhayal terlalu tinggi?

Memperingati Hari Anak Nasional, yang diperingati tanggal 23 Juli, dengan rasa syukur kami mempersembahkan sebuah buku cerita dengan pesan yang mendalam. Mengajak kita untuk mengembalikan angan-angan mereka sesuai dengan anak pada usianya.

Membeli buku ini, sama saja memberikan sebagian rezeki kita kepada anak yatim. Karena, seluruh royalti akan disumbangkan ke Yayasan Panti Asuhan. Semoga buku ini bermanfaat untuk orang yang membutuhkan.

***

Kontributor :
Addien Sjafar Qurnia | Anung D'Lizta | Asni Ahmad Sueb | Aya Maulina | Cut Irna Setiawati | Dedul Faithful | Diani Ramadhaniesta | Deanitha Rizky | Fitriana Puspitarani | Juliana Wina Rome | Kamaluddin Aziz | Mulyoto JJ | Nay Riskara | Nenny Makmun | Nia Sunarti | NuraRisala Kerinduan | Nurul Kartikaningsih | Radindra Rahman | Rivty Arvel | Rivyana Intan Prabawati | Riyan Haqiqi Anshor S.W. | Sandza | Shree Ningsih Christianty | Vinny Erika Putri | Zainal Saiful Amir | Zahra Qomara
— bersama Nessa Kartika, Said Mahyiddin Muhammad, Radindra Rahman II, Nyi Penengah Dewanti, 'Ade Capricornidas', Dee Ann Rose, Nenny Makmun, Rizki Mula Saputra, Alif Nanang Zulfiqar, Om Dompet, Rini PL, Zahrah Satifa, De Lizta, Dang Aji Sidik, Dwi Suwiknyo, Mochamad Ichsan Effendi dan Ukhty Fia.