Kamis, 26 Maret 2015

Give Away : #TakMampuLupakanmu



Mau dapat Novel #TakMampuLupakanmu GRATIS?
Gampang…. Ikutan aja kuis #GiveMeTML
mulai 27 Maret 2015 s/d 5 April 2015

Kamu bisa pakai akun facebook atau twitter-mu. Keduanya juga boleh supaya kesempatanmu
untuk mendapatkan novel itu semakin besar.

Simak caranya ya :

via facebook
1. Ganti Profil Picture kamu dengan cover novel #TakMampuLupakanmu minimal selama 3 hari saja,
Jangan lupa sertakan sinopsis yang bisa kamu copas dari #linkTML dan hastag #GiveMeTML
2. Tag saya dan temanmu sebanyak-banyaknya.
Jika jumlah TAG di FB-mu dibatasi, kamu boleh posting kembali cover #TML di wall baru dengan
melakukan TAG ke teman-temanmu yang lain. Beri keterangan setelah hastag #GiveMeTML ke… (berapa?)
Perhitungan jumlah tag dilakukan di akhir program. Nama TAG yang sama, tidak akan dihitung double.
Dua orang pemenang akan mendapatkan  masing-masing 1 buah novel #TakMampuLupakanmu


via Twitter

 1. Follow @kamiluddinazis, lalu share info #GiveMeTML ini pada 3 orang temanmu (bisa copas link blog ini)
2. Follow @kamiluddinazis, kemudian twit di TL-mu dengan format berikut :
Aku #TakMampuLupakanmu (mention minimal 3 orang teman) seperti novel anyar @kamiluddinazis sebab …

contoh :
Aku #TakMampuLupakanmu @bukuilmuku @ezarsatria @remunggai seperti novel anyar @kamiluddinazis sebab kalian adalah sahabat terbaikku #GiveMeTML

Twit terbanyak dan terunik akan mendapatkan 1 buah Novel #TakMampuLupakanmu

Ditunggu ya partisipasinya
salam
ka

Selasa, 17 Maret 2015

Novel keenam : Tak Mampu Lupakanmu

Tak Mampu Lupakanmu
oleh Kamiluddin Azis
Harga Resmi : Rp. 49.800


ISBN13 : 9786020260501
Tanggal Terbit : 06 April 2015
Penerbit : Elex Media Komputindo

Sinopsis :

Gue Didi, asli Betawi. Pernah jadi playboy waktu kuliah, lalu tobat gara-gara seorang cewek. Susan namanya. Dialah yang bikin gue malas menjatuhkan perasaan pada cewek lain. Bahkan sampai sekarang. Gue nggak mampu melupakan dia.

Babeh gue pekerja keras. Nggak heran, setelah bangkrut dari usahanya, beliau bisa bangkit dengan cepat. Tapi jangan dikira gue bisa diterima kerja dengan mudah di perusahaan barunya. Utk mendapatkan jabatan tinggi, gue harus memenuhi sebuah persyaratan aneh bin ajaib terlebih dahulu.

Saat menjalani syarat itulah, Susan balik lagi ke kehidupan gue. Memberi harapan, sekaligus membunuhnya.

Apa memang begini konsep jodoh? Ke manapun kita pergi selalu ada persimpangan yang kembali mempertemukan?

Minggu, 22 Februari 2015

Sayuran itu Enak, kok!

“Pokoknya Rara nggak mau makan sayur!” Rara melipat tangannya sambil cemberut.
“Sayur itu bagus untuk kesehatanmu, Ra,” rayu Ibu. Disodorkannya semangkuk sup hangat ke depan Rara.
“Ayo makan, Ra, supaya tubuh kamu segar dan kuat,” tambah Adit. Ia menyeruput kuah sup ayam untuk memancing selera makan adiknya.
Namun Rara bergeming.
Daripada Rara tidak makan gara-gara dipaksa menghabiskan sayurnya, Ibu memilih membiarkannya.
*
Ibu bingung, kenapa Rara tidak suka sayur. Padahal di sekolah Bu Guru pasti sudah menjelaskan manfaat sayuran untuk tubuh kita. Banyak kandungan vitaminnya. Tapi Rara bilang perutnya mual kalau makan sayur. Katanya, rasanya aneh. Rara lebih suka tempe dan tahu yang dimasak dengan bumbu kecap.
            “Coba masak dengan variasi lain, Bu,” usul Ayah pada suatu sore.
            “Ibu sudah coba, Yah. Di-stup, dibumbu santan, pakai saus tiram, pokoknya semua resep Ibu praktekkan. Tapi Rara tetap saja nggak mau.”
            “Ya sudah, nanti Ayah bujuk lagi.” Ayah menenangkan.
            Malam itu, seperti biasa Ibu menyiapkan makan malam dengan menu lengkap. Ada ayam goreng, tempe orak-arik, dan tumis kangkung. Ayah, Adit dan Rara sudah mengelilingi meja. Aroma masakan Ibu yang lezat meruap.
            “Emh… enak banget tumis kangkungnya, Bu!” seru Adit.
            “Iya, enak sekali,” timpal Ayah. “Cobain deh, Ra.” Ayah mengambil sesendok tumisan ke piring Rara. Ibu menatapnya penasaran. Tumben, gadis kecil itu tidak menolak. Biasanya ia akan merengek, lalu mogok makan. Tapi kali ini, Rara menyuapkan sayuran itu ke mulutnya.
            Setelah selesai makan, Ibu menghampiri Ayah.
            “Dibujuk pakai apa nih, Yah, kok Rara mau makan sayur?” tanya Ibu penasaran.
            “Ada deh…,” canda Ayah, “pokoknya mulai besok Ibu boleh memasukkan sayuran ke bekelnya Rara.”
            Ibu tersenyum senang, meskipun dalam hatinya masih bertanya-tanya.
*
Keesokan harinya Ibu menambahkan sayuran ke dalam bekal makan siang Rara. Sepulang sekolah, Ibu memeriksa bekal makan Rara sudah habis. Ibu senang sekali. Rupanya bujukan Ayah Rara yang entah bagaimana caranya itu sangat manjur.
            Selama seminggu penuh Rara menghabiskan bekal makan sayurnya. Tapi anehnya, pada saat makan malam, Rara kembali menolak makan sayur. Katanya, makan sayurnya cukup siang saja. Ibu sedikit curiga. Tapi Ayah menanggapinya dengan santai.
            Pada suatu hari, Ibu harus ke sekolah Rara karena ada suatu urusan. Tanpa sengaja Ibu memergoki Rara sedang menumpahkan sesuatu dari kotak makan siangnya ke bak sampah. Yang membuat Ibu kaget, masakan Ibu yang berwarna hijau-hijau berjatuhan ke sana. Jadi, selama ini Rara tidak memakan sayuran, dan malah membuangnya?
            Ibu membicarakan kejadian itu kepada Ayah.
Sambil geleng-geleng kepala, Ayah bilang, “Padahal Rara dan Ayah sudah buat perjanjian. Kalau Rara makan sayur, Ayah akan membelikannya rumah Barbie.”
            “Sebaiknya minggu besok, kita ajak Rara ke perkebunan Kak Ratih di Cianjur.”
            Ayah setuju. Siapa tahu jika melihat perkebunan sayuran secara langsung, Rara tertarik untuk makan sayuran.
*
Tepat hari Minggu, Ayah dan Ibu mengajak Rara dan Adit bermain ke kebun milik kakaknya Ibu di Cipanas, Cianjur.
Di perbukitan kecil, Rara dan Adit berlarian dengan riang. Sejauh mata memandang, terhampar perkebunan sayur-mayur. Ada wortel, sawi, bayam, tomat, cabai dan sayuran lainnya. Kebetulan saat itu sedang panen wortel. Rara dan Adit ikut membantu mencabuti wortel dari dalam tanah.
Di kejauhan ada seorang petani yang sedang beristirahat karena kelelahan. Ia mengipasi keringatnya yang bercucuran, dengan topinya. Lalu ia berdiri dan memanggul hasil panennya dengan susah payah. Rara dan Adit memperhatikan petani tua itu.
“Kasihan ya, Pak Tani tua itu, Ra,” bisik Adit.
Rara mengangguk. Hati kecilnya merasa bersalah.
“Sudah susah payah mereka menanam sayuran, tapi masih saja ada orang yang nggak suka, dan malah membuangnya,” lanjut Adit.
Rara mendongak. Jantungnya berdebar. Apakah Adit tahu kalau Rara suka membuang sayuran bekal sekolahnya?
“Tapi Rara nggak suka sayuran, Kak,” sesal Rara. Ia pernah makan sayuran masakan Ibu, enak memang, tapi Rara belum terbiasa.
“Kalau nggak suka sih, nggak apa-apa. Tapi sayuran itu jangan dibuang-buang.” Adit teringat apa yang dilakukan Rara pada suatu siang saat ia hendak ke toilet di sekolah. Ia melihat Rara sedang membuang sayurannya ke tempat sampah. Adit tidak memberi tahu Ibu mengenai kejadian itu. Adit tak mau Ibu kecewa. Ia berencana mengingatkan Rara untuk tidak melakukan hal itu, tapi waktunya belum tepat.
Rara terdiam. Di wajahnya tergambar penyesalan yang sangat dalam. Ia bukan saja sudah membohongi Ayah dan Ibu, tapi juga tidak menghargai jerih payah Pak Tani yang sudah menanam dan merawat sayur-sayuran untuk dimakan. Ia berjanji, untuk tidak membuang lagi sayuran. Ia akan mencoba menikmati sayuran yang Ibu masak.
*
“Nambah lagi boleh, Bu?” Rara menyodorkan piringnya.
“Boleh dong, Sayang,” balas Ibu senang. Ia menambahkan cah kangkung ke piring Rara.
“Enak kan, Ra? Apalagi ditambah ebi dan tauco ini,” timpal Adit.
Rara mengacungkan jempol.
“Cah kangkung buatan Ibu memang paling top!” puji Ayah.
“Rumah barbie-nya jadi kan, Yah?” Rara melirik ke arah Ayah.
“Rumah Barbie?” Ibu balik bertanya, pura-pura tidak tahu.
***
Dimuat di Radar Bojonegoro, 22 Februari 2015

Cernak : Sayuran itu Enak


Radar Bojonegoro : Minggu 22 Februari 2015

Senin, 05 Januari 2015

Batu Akik Pengasihan

“Saya punya batu akik yang bisa menyala.”
Laki-laki tampan berkemeja rapi memanjangkan lehernya.
“Jadi kalau saya masukkan ke dalam air seperti ini, akan muncul cahaya.”
Si Tampan melinting lengan kemejanya. Lebih dekat ia menyelidik.
“Betul, kan?”
Cahaya kekuningan berpendar dari dalam baskom. Pedagang batu akik itu merekah senyum sebab calon pembelinya belum berkedip.
“Ini khasiatnya apa, Pak?” akhirnya laki-laki perlente itu buka suara. Matanya yang sejak tadi berloncatan dari satu batu akik ke batu akik lainnya, kini fokus pada satu batu yang bersinar seperti kunang-kunang di malam hari.
“Jangan bilang pada yang lain, ini kecubung pengasihan.” Gigi kehitaman berderet saat saat Pak Tua tersenyum. Rambut putihnya menjadi kontras.
“Berapa?” Si Tampan berbisik.
“Jangan bilang pada yang lain, ini hanya satu-satunya. Berapapun Aden berani bayar, itu akan sebanding dengan apa yang Aden dapat. Sesuai keinginan Aden sekarang ini.”
Tangan Si Tampan menggaruk-garuk kepala. Ia memang sedang membutuhkan sesuatu yang bisa membuat hidupnya berubah. Sesuatu, dan seseorang tepatnya. Bosan ia hidup susah. Setiap hari hanya kepelikan yang mendera. Maka saat seorang kawan menunjukkan batu akik di jarinya, dan berpanjang lebar memprovokasinya –dengan testimoni-testimoni yang kerap dilebih-lebihkan--, laki-laki itu mulai terpikat.
Belakangan memang sedang mewabah : jari jemari para lelaki dihiasi batu akik. Sudah sejak puluhan tahun sebetulnya. Ia pun tahu, ketika kecil bapaknya doyan menjejerkan macam-macam model dan warna batu akik di kelima, bahkan kesepuluh jarinya. Dari jempol, hingga kelingking.  Tapi tak pernah sekali pun dirinya jatuh hati melihat kilatan warna-warni batu-batu mungil itu. Ia juga tak peduli dengan berbagai kisah yang lahir seiring dengan kehadiran batu-batu itu.
Kini, saat dirinya beranjak dewasa dan mulai dijejali permasalahan hidup yang sangat berat, mencari solusi untuk meringankan beban itu, jadi wajib. Berharap kemujuran pada batu kecil itu, berlaku kah?
“Jangankan kita yang awam, ahli agama saja banyak yang pakai,” kata teman sepekerjaannya, saat ia meragu.
“Tak perlu percaya khasiat dan gunanya. Kau pakai saja sebagai hiasan. Ikut trend masa kini lah,” timpal yang lain.
“Bos kita pun pakai.”
Ia bergeming. Pernah ia mendengar kedua temannya itu saling tukar pengalaman berbau mistis yang lalu dihubung-hubungkan dengan kepemilikan batu akik yang mereka pakai. Katanya ikut trend, buntut-buntutnya tetap saja percaya begituan.
“Selama ini kan kau susah naik jabatan, coba saja kau cari pasangan kau, mungkin kau perlu penjaga, atau pemikat. Ya semacam begitulah.”
“Tidak semua batu akik cocok di tangan kita. Jodoh-jodohan, seperti juga kita dengan istri atau pacar-pacar kita.“
“Pasangan? Aku kan sudah beristri, Bang?”
“Pasangan yang dimaksud abang ini, cincin. Batu akik. Pergi kau ke Surya Kencana. Di sana banyak berjejer tukang batu akik. Kau telusuri sepanjang trotoarnya, sampai ketemu pasangan kau di sana!”
“Betul itu!”
Maka di sini, laki-laki itu sekarang berada. Diantara kerumunan pembeli yang menjejali para pedagang batu akik. Riuhnya obrolan pedagang dan pembeli berbaur dengan suara motor dan mobil yang melaju di jalan raya. Seperti lebah pekerja mengerubuti sang ratu.
“Jadi pastinya berapa, Pak?” si Tampan menyelidik.
“Sejuta itu kemurahan.” Pak Tua bertingkah seumpama pelelang barang antik yang mahal.
Sejuta? Itu hampir setengah gajiku, pekik si Tampan dalam hati. Tapi seperti kata Pak Tua pedagang batu akik, dan kawan-kawan di kantornya, perlu pengorbanan untuk mencapai apa yang kita mau. Perlu umpan khusus untuk menangkap kakap besar.
Sepuluh lembar uang merah ia tukar dengan benda sebesar buku jarinya. Kuning keemasan, dibingkai cincin perak yang pas dengan jari manisnya. Seringai hitam, melepas kepergian si Tampan yang menaruh banyak harap pada benda ajaib itu.
*
Saat jingga merebak di ufuk barat, Si Tampan baru tiba di rumah. Istrinya yang sedang tergolek sakit hanya dilirik sekilas. Ada ipar, adik perempuan istrinya yang seharian mengurus perempuan itu. Begitu, sejak lima-enam bulan terakhir ini.
            “Pulang, Bang?” sapa istrinya lemah.
            “Iya, makanya ada di rumah juga aku sudah pulang.”
            “Makan, Bang?”
            “Tidak lapar.” Lalu mengambil salin, dan menggantinya di kamar sebelah. Tanpa banyak cakap, ia rebahkan diri di ranjang, mengacungkan jari-jemarinya yang dililit cincin-cincin berbatu akik. Mengangkatnya ke udara hingga dari balik cahaya lampu, berpendaran cahaya menembus batu-batu itu. Senyumnya merekah.  Samar terdengar istrinya batuk-batuk.
            Pikiran Si Tampan mengembara. Ia tidak menyesal menikahi istrinya yang beberapa bulan kemudian  ketahuan punya penyakit kanker paru-paru dan bulan-bulan berikutnya semakin parah. Menuruti perjodohan orang tua, baginya adalah bakti. Tapi ia menyesal tak bisa memiliki perempuan lain yang selama ini ia cintai. Tidak mudah melupakannya, meski sekarang tiga tahun telah lewat dan ia tak tahu di mana pujaan hatinya itu berada.
            Untuk ukuran lelaki setampan dia, mendapatkan perempuan cantik, kaya, seharusnya bukan perkara susah. Tapi kenyataannya, ia tak pernah dilirik wanita lain. Apakah mungkin karena dia tak berduit? Ah, banyak teman sekantornya yang masih muda, tampang lumayan, duit tak seberapa tapi selalu berganti  pasangan. Meskipun Si Tampan belum berniat mendua, tapi batinnya selalu bertanya, apa yang salah dengan dirinya?
            “Kamu itu kurang pengasihan. Ketampananmu tertutup debu negatif.”
            “Makanya jangan lepaskan akik kuning itu.” Lagi-lagi kedua karibnya itu memanasi.
            “Aku belum lepas.”
“Bagus! Besok kau tambah satu jari lagi.”
“Uangku sudah habis, Bang.”
“Gadai saja motor kau. Kemarin aku lihat sekretaris bos, si rambut londo itu,  melirik-lirik ke arah kau. Sudah terbuka rupanya aura ketampanan kau ini. Apalagi kalau kau penuhi jari kau yang sebelas itu dengan akik-akik. bisa naik pangkat kau!”
“Serius, Bang?”
“Dua jari. Eh dua rius-lah!”
Si Tampan tak menunda-nunda waktu. Siang tadi ia menyimpan BPKB motornya di bank. Dan sepulang kerja langsung membeli sepasang cincin berbatu akik dari lelaki tua kemarin. Cahaya berkilauan di dalam batu itu seolah pertanda bertemu jodohnya. Sisa uang hasil gadai ia simpan untuk keperluan hari-hari, termasuk membeli obat China untuk istrinya.
“Jangan bilang pada yang lain, kalau Aden beli di sini, ya.”
Si Tampan memang bungkam. Tak ada niat mengumbar apa yang ia miliki dan dari mana didapatkan, kepada siapapun. Apalagi istrinya. Hanya kedua teman dekatnya saja yang tahu, karena merekalah yang pertama mengojok-ojok dirinya.
Batu-batu itu ditatapnya. Benar kata teman-temannya, bukan hanya sekretaris bos yang mulai menyapa dan memberi perhatian padanya. Perempuan-perempuan sekantor lainnya pun sepertinya mulai terpikat. Tapi kenapa Bos belum memperlihatkan gelagat akan menawarinya kenaikan jabatan. Apakah akik pengasihan ini belum bekerja dengan baik?
*
“Bang, obat Kakak habis.”
“Aku tak ada uang, Dik.”
“Tapi Kakak harus segera kontrol.”
“Uang Abang habis, Dik. Kau dengar tidak?!”
Si Tampan meninggalkan adik iparnya yang tertunduk lunglai. Lalu ia ke kamar sebelah, dan menyimpan sepasang batu akik --yang hari ini dilepas dari jemarinya, dan diganti dengan yang baru— ke dalam kotak khusus. Ia tak pernah menyadari, seiring dengan bertambahnya koleksi batu akik miliknya, ada sesuatu yang justru berkurang, bahkan lambat laun menghilang dalam dirinya. Cinta kepada istri yang sudah ia nikahi dan menemaninya di kala susah.
Yang ia tahu, dirinya kini menjelma menjadi pusat perhatian. Terutama atasannya. Sejak memakai batu akik di kesepuluh jarinya –sebab jari kesebelas berukuran kecil dan tak mungkin dilingkari batu akik— Si Bos sering mengajaknya bicara. Bertukar pikiran tentang koleksi akik mereka. Juga tentang pencapaian kerja Si Tampan yang sejak sebulan terakhir meningkat.
Ya, rasa percaya diri Si Tampan tumbuh dengan cepat. Akik-akik itu seolah sudah memberinya tambahan enerji sehingga bisa bekerja lebih produktif. Penjualan properti perusahaan meningkat tajam di tangannya. Buai kata Si Tampan meluncur deras seperti anggur manis yang dituang ke dalam gelas. Klien berbondong-bondong membeli produk perusahaan. Si Tampan semakin yakin, batu akik itulah penyebabnya.
Atas saran kedua temannya,  Si tampan mengganti cincin-cincin lamanya dengan yang baru, yang lebih menjanjikan kedigjayaan. Sedangkan cincin lama, sebagian ia simpan, sebagian lagi ia diberikan kepada mereka dan bosnya.
Sebulan kemudian,  Si Tampan benar-benar mendapatkan kenaikan jabatan. Gajinya pun melonjak dua kali lipat. Ia mulai bisa membayar sebagian pinjaman bekas membeli akik-akik. Dan berani main perempuan. Ia manfaatkan jabatannya untuk mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan. Harta yang bisa mengusir kesialan hidupnya, dan wanita yang bisa membuat cinta di hatinya kembali bermekaran. Batu akik-batu akik itu berhasil mengikis tabir aura ketampanannya.
*
Suatu pagi, langit tampak murung. Udara seperti enggan membangunkan Si Tampan dari tidurnya. Tapi gejolak laki-laki itu untuk berangkat kerja tak bisa dibendung. Hari ini ia janji akan membelikan sekretaris bos perhiasan –setelah apa yang mereka lakukan semalam di sebuah hotel. Tanpa menengok bagaimana kondisi istrinya di kamar sebelah, Si Tampan gegas berangkat. Mobil mewah melaju tanpa suara.
Tiba di kantor, Sekteraris Bos tak ada. Si Tampan masuk ruang kerjanya dengan wajah kecewa. Tak lama, telepon berdering, Bos memintanya menghadap ke ruang kerjanya di lantai atas. Si Tampan berlari. Kabar kenaikan jabatan menari-nari dalam benaknya.
“Kamu saya pecat!” dilemparkannya ke atas meja, setumpuk bukti-bukti penggelapan uang perusahaan yang telah dilakukan Si Tampan.
“Tapi, Pak…” Mata Si Tampan nyaris lepas dari sarangnya.
“Anda tak bisa mengelak. Silakan pulang dan tunggu surat penangkapan dari kepolisian di rumah Anda!” Tegas, penuh wibawa. Dan mematikan.
Si Tampan tak berkutik. Apa yang selama ini ia lakukan terbongkar sudah. Penyetoran hasil penjualan properti perusahaan yang selalu ia tunda, mark-up pengeluaran, dan segudang penyimpangan lainnya yang tersembunyi, terungkap dengan cepat.
Matahari belum tegak berdiri. Si Tampan berada di atas trotoar, mencari Pak Tua, si penjual batu akik. Tapi laki-laki itu tak nampak. Si Tampan lalu pulang dengan setumpuk penyesalan di pundaknya. Tiba di rumah, bahunya makin melorot. Warga membopongnya ke tengah rumah. Jenazah istrinya baru saja selesai dikafani.
Sambil mengucapkan bela sungkawa, seorang perempuan berambut merah menyerahkan telepon genggam pada Si Tampan.
* * *


Senin, 10 November 2014

Kampung Klenik

Sepeninggal Aki Isak, banyak orang percaya bahwa ilmu sakti yang dimilikinya tidak akan hilang. Konon ilmu seperti itu akan menurun pada selang generasi. Kakek ke cucu, lalu dari cucu ke cucu berikutnya lagi. Dan seterusnya. Mulailah warga kasak-kusuk. Cucu manakah yang akan menjadi pengganti Aki Isak, orang pintar yang terkenal seantero kampung itu?
            “Mungkin Yusup. Pembawaannya tenang. Bersahaja,” tebak seorang lelaki berkumis lebat pada suatu siang diantara kerumunan peminum kopi tubruk di warung Ceu Romlah.
            “Kalau menurut saya mah, si Adim. Sejak kecil wataknya keras. Baragajul[i]. Pergaulannya luas, dan dia itu pemberani, persis seperti kakeknya,” timpal lelaki paling tua diselingi batuk kering.
            “Saya curiga si Samil. Biarpun cuek, tapi sorot matanya eta tah, siga heulang rek newak anak hayam[ii]!!” bantah seorang hansip, yakin.
            “Tapi budak eta mah pinter teuing. Nggak bakal percaya ilmu begituan!” Ceu Romlah berbisik. Ia tidak sadar saat seorang pemuda tiba-tiba muncul. Sambil melepas ransel, laki-laki itu duduk di kursi pojok.
            Atmosfir berubah sunyi.        
            “Kopi, Ceu!” Diraih sepotong pisang goreng, lalu dikunyah perlahan. Dua-tiga orang saling sikut tertangkap Ekor matanya.
            Ceu Romlah tergopoh menyeduh kopi tubruk. Tangannya bahkan gemetar kala menyodorkan kopi panas beralas piring kecil ke hadapan laki-laki berparas tampan itu. “Ke mana saja, Mil?” basa-basi Ceu Romlah dengan suara berfibra.
            “Ada, Ceu.” Ditatapnya wajah orang-orang yang berada di sekitarnya. Satu persatu. Tidak banyak berubah, batinnya. Penuh curiga dan apatis.
            “Sekarang Aki sudah almarhum. Jadi, tidak ada alasan untuk percaya hal-hal mistis lagi,” celetuk Samil. Kata-katanya setegas apa yang selama ini ia dengar. Ia gemas dengan sikap warga yang selalu mengagungkan dunia takhayul. Kini, sudah saatnya untuk berubah.
            “Jangan sembarangan ngomong, maneh[iii], Mil! Aki Isak baru tiga hari dikubur. Bisa murka dia!” Berdiri seorang lelaki berbadan tegap. Dari mulutnya menyembur amarah.
            Samil bergeming.
            “Terus, Bapak mau berimam ke siapa?”
            “Mil, jaga omongan kamu, jangan bikin kampung kita tambah kisruh!” Pak hansip angkat bicara.
            Samil ikut berdiri. “Kisruh, Pak? Seingat saya, kampung kita ini tak pernah benar-benar tenang. Atau warga sini merasa aman-aman saja?” sindir Samil lagi, “Sudah jelas kemadorotan berkembang biak dengan mudah di sini. Apakah Bapak-bapak tidak sadar kalau setiap hari hidup berdampingan dengan setan?!”
            Sangeunahna siah[iv]!” Laki-laki berbadan tegap itu menggulung dengan cepat lengan kemejanya. Mukanya terbakar.
            “Sudah, sudah, Pak, jangan bikin ribut di warung saya!” Ceu Romlah panik.
            “Biarkan saja dia omong apa. Kita jalani hidup kita seperti biasa saja,” Pak Tua melerai. “Kalau si Samil tidak mau jadi penerus Aki Isak, masih ada sembilan cucu si Aki yang bisa kita angkat.”
            Wajah Samil tak kalah membara. Jika ia tidak mau menjadi penerus Aki Isak, maka ia juga tidak akan membiarkan keempat kakak dan kelima adiknya mengambil alih. Tidak ada seorang pun yang berkewajiban menjadi penerus praktik perdukunan Aki Isak. Semua sudah berakhir! Setelah meletakkan selembar uang di bawah alas kopinya, Samil berlalu. Tak peduli tatapan garang dan penuh tanya menyelimuti wajah orang-orang yang di matanya terlihat aneh dan memprihatinkan itu.
*
Kampung Simpang Layang itu tampak mati. Padahal lamat-lamat adzan Maghrib belum lama hilang. Lereng Gunung Gede angkuh berkuasa.
Samil menyandarkan punggungnya di dipan berkasur kapuk. Pikirannya masih dikabuti perdebatan siang tadi.  Setelah kepergiannya selama lebih dari empat tahun, ternyata paradigma masyarakat di kampung ini belum berubah. Mereka masih memercayai hal-hal yang berbau klenik. Mistis. Peruntungan lewat ramalan yang nampak melalui air yang ditiupkan doa orang sakti. Doa atau lebih tepatnya mantera dari mulut Aki Isak, kakeknya. Mereka lebih memilih mendengarkan apa yang Aki Isak katakan ketimbang meminta isyarat dari Gusti Allah.
            Kini, setelah orang yang menjadi tetua, pemberi petuah dan tempat meminta tolong jika sedang dirudung kesusahan itu sudah tiada, orang-orang ketakutan. Kampung akan dilanda petaka hebat, simpul mereka. Selang sehari kematian Aki Isak saja, keributan terjadi di ujung kampung. Seorang warga kehilangan kambing, dan menuding warga lain yang mencurinya. Tidak ada bukti. Tapi pertengkaran itu tak terlerai. Seorang menjadi korban bacok dan harus dilarikan ke rumah sakit. Coba kalau ada Aki Isak, mungkin maling itu sudah ketahuan, begitu celetuk warga. Malam berikutnya, seorang perempuan melahirkan anak cacat. Kematian Aki Isak lalu dihubung-hubungkannya.
            Sudah sejak puluhan tahun, Aki Isak dianggap sebagai pelindung kampung dari segala marabahaya. Karenanya, kematian laki-laki seratus Sembilan tahun itu adalah musibah besar. Namun warga yakin ada diantara cucu Aki Isak yang mewarisi kebisaannya, sehingga kelak mampu menyelamatkan kampung. Dan santer beredar, --dari sikap Aki Isak selama ini--  Samil-lah cucu terpilih itu.
*
Barangkali menjejakkan kaki kembali ke tanah kelahiran bagi sebagian orang adalah berkah. Tapi tidak bagi Samil. Kehadirannya yang sudah ditunggu banyak orang bukanlah alasan ia pulang. Ia hanya menaruh hormat kepada mendiang, dan kedua orangtuanya.  
Warga yang menduga bahwa kepulangan Samil ialah untuk menerima warisan ilmu kakeknya dibuat kecewa. Marah bahkan. Pemuda itu terang-terangan menolak, seperti yang ia lakukan sebelum minggat dulu. Pilihan hidupnya jelas. Masa depannya bukan di depan batu-batu pualam dengan ukiran naga melingkar, dan keris-keris pusaka. Bukan bersama benda-benda keramat berbau aneh yang saban tanggal empat belas dimandikan dengan air bunga dan doa orang sekampung.
            Sejak dulu Samil tak percaya. Semua yang terjadi –warga yang terhindar bencana, usaha seseorang maju pesat, dikasihi banyak orang, dan semacamnya-- selalu dianggapnya kebetulan. Atau lebih ia yakini sebagai kasih sayang Tuhan kepada mereka yang dirundung malang. Bukan lantaran campur tangan Aki Isak. Sugesti kuat orang-orang itulah yang mungkin berpengaruh. Keyakinan itu sendiri kemudian membuktikan kebenarannya. Mereka lupa, kekuasaan Tuhan-lah yang sebetulnya bekerja.
            Samil sudah berusaha mati-matian untuk menolak permintaan Aki Isak, ataupun Badrun, bapaknya, ketika kakeknya itu masih hidup. Ia tak ingin cita-citanya untuk mengenyam pendidikan tinggi terhalang oleh beban yang Aki Isak bilang sebagai tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Samil ingin berbakti kepada masyarakat, tapi tidak dengan cara menjadi penerus kakeknya. Bukan dengan menjadi dukun. Samil lalu kuliah di kota dan bertekad takkan pulang sebelum ia dibutuhkan.
            Mungkin kini saatnya. Dirinya terpanggil untuk merubah stigma masyarakat. Meskipun warga membencinya, namun ia akan tetap tinggal dan membuktikan bahwa kampung akan tetap aman, kendati sang penjaga, Aki Isak sudah tiada. Besok, Samil akan menemui kakak-kakaknya yang  tinggal di kampung lain.
*
            Langit-langit kamar berubah kelabu. Mata Samil baru sekejap terpejam, saat keributan membahana di luar rumah.
“Buka !!!” seseorang berteriak, disusul gedoran pintu mengelegar.
Samil terperanjat.
Pintu berderit. “Ada apa ini?” suara Badrun gemetar.
Teriakan bersahutan, seperti guruh saat longsor terjadi beberapa tahun silam di kampung sebelah.
“Mana anakmu yang sok pintar itu?”
“Keluarkan si Samil!”
Aya naon?[v]” ulang  Badrun waspada.
“Dia menolak permintaan warga, tapi diam-diam menyantet anaknya Pak RW sampai gila!” rutuk lak-laki berseragam hijau ulat.
Saha? Budak saha[vi]? Kumaha caritana?[vii]” Lisah, emak Samil ketakutan. Adik-adik Samil yang beranjak remaja bersembunyi di balik pintu.
“Gara-gara ditinggal kawin, Latifah diguna-guna,”  jerit seorang perempuan.
“Munafik! Tidak percaya dukun, tapi nyantet!” pekik si hijau, disahuti rentetan makian pedas lainnya.
Teriakan itu makin berkobar saat Samil muncul. Keningnya berlipat-lipat.
“Itu dia! Kita bakar saja!”
“Tunggu… tunggu!” hardik Badrun.
Cahaya obor yang diusung  puluhan warga berjingkrakkan diterabas angin gunung.  Wajah-wajah berang termakan hasutan timbul tenggelam di pelupuk mata Samil.
Dua orang lelaki berbadan tegap menerobos tubuh Badrun. Dengan mudah mereka menyeret Samil dan mengaraknya ke tengah-tengah warga. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi mendarat di tubuh laki-laki kurus itu. Tak ada rintihan mengiring gemeletuk rusuk patah. Mata Samil hanya sedikit berkabut, memandangi siluet wajah emaknya yang meronta, meminta pengampunan. Keyakinannya kini telah mati.
“Cukup… hentikan…,” rintih Lisah tak mampu membungkam amukan warga. Amarah itu sudah mencapai puncaknya. Menolak permintaan warga adalah sebuah penghinaan. Terlebih warga meyakini kemampuan Samil sama hebatnya dengan Aki Isak.
Samil tidak tahu, kebenaran mana yang sekarang sedang dibuktikan. Tapi Aki Isak tahu, Samil pergi bukan hanya karena tak ingin menjadi pewaris ilmu perdukunannya. Samil tak ingin menyaksikan Latifah hidup dengan lelaki lain yang sudah dijodohkan orangtuanya. Namun terdengar kabar Latifah tidak bahagia. Suaminya main kasar, dan baru-baru ini memadunya. Beberapa hari setelah Samil kembali, sempat dilihatnya Latifah sedang mencuci di sungai. Samil hendak ke bukit untuk menghirup udara segar dan mencari inspirasi. Mereka bersitatap. Perempuan itu menunduk. Samil  menangkap kegelisahan di bening matanya. Ia tahu, Latifah menderita, seperti juga dirinya.






[i] Baragajul = nakal (bahasa Sunda, kelakuan anak muda yang selalu cari masalah)
[ii] siga heulang rek newak anak hayam = Seperti elang hendak menerkam anak ayam (bahasa Sunda)
[iii] Maneh = kamu (bahasa Sunda, setengah kasar)
[iv] Sangeunahna, Siah! = Seenak saja! (bahasa Sunda)
[v] Aya naon? = Ada apa? (bahasa Sunda)
[vi] Budak Saha? = Anak siapa? (bahasa Sunda)
[vii] Kumaha caritana? = Bagaimana ceritanya (bahasa Sunda)

Rabu, 08 Oktober 2014

KELAS BEDAH NOVEL BERSAMA, GRUP KOBIMO

Di Dekatmu, Ada Senyuman Paling Indah di Sana - 
Kamiluddin Azis, 8 OKtober 2014

Oleh Umirah Ramata pada 8 Oktober 2014 pukul 19:57
Sudah siap pantengin bedah novel malam ini, kobimoist semua? Atau masih ada yang duduk di luar menunggu rembulan yang bundar merah? Wah ngumpul yukh, diskusi nih, ilmu dan berbagai macam tentang kepenulisan bersama Kak Kamilluddin Azis.

Berhubung Ragiel sedang ada tugas di luar lapangan maka sebelum ia muncul kembali, maka saya yang membuka kelasnya.

So ... let's baca sinopsis dan biodata penulis kerennya di bawah in:

Di Dekatmu
Ada Senyuman Paling Indah di Sana
Kamiluddin Azis
PING!!!
Terbit Januari 2014 Harga Rp. 40.000,-

Sinopsis :

Di tengah-tengah pelaksanaan proyek penting, Deryan memutuskan untuk cuti. Andika, sahabat Deryan, dan Lify, cewek yang ditaksir Deryan, jadi kalang kabut dan super sibuk dengan limpahan tugas yang seharusnya Deryan kerjakan.

Bimo naik darah mengetahui sang istri selingkuh. Tanpa mau mendengar penjelasan Rulita, ia memuntahkan peluru pistolnya.. Beruntung, Rulita dapat meloloskan diri. Ia terus berlari, tak tentu arah.

Sementara, Deryan yang masih bingung mau berlibur ke mana, malah tidak sengaja menabrak Rulita. Peristiwa itu membuat Deryan berubah total. Rulita yang sedang melarikan diri dari suaminya melibatkan Deryan pada serangkaian aksi kejar-mengejar antara dirinya dan antek-antek Bimo.

Kalian pasti penasaran : kenapa Deryan tiba-tiba mengambil cuti? Siapa itu Rulita dan Bimo serta bagaimana liku kehidupan rumah tangga mereka? Bagiamana dengan Lify dan Andika, apakah mereka tahu apa yang terjadi dengan Deryan, lalu apa yang mereka lakukan selanjutnya?

Biodata penulis:

Kamiluddin Azis lahir dan besar di Cianjur. Namun saat ini tinggal bersama keluarga kecilnya di Bandung. Selain menulis, ia juga bekerja sebagai Spv Accounting di sebuah perusahaan swasta nasional, mengelola taman bacaan warga, juga jualan buku lewat OL Shop.

Menulis sejak SMP, dimulai dari puisi yang langganan terbit di berbagai Koran. Lalu menulis cerita anak, dan cerpen remaja yang terbit di Koran mingguan dan majalah. Waktu SMA pernah masuk sebagai 5 besar Lomba Karya Tulis Ilmiah ICMI se-provinsi.

Sudah menerbitkan 5 novel yaitu : Kau Bisa Mencintaiku (Zettu, 2013), My Lovely Beetle (Plot Point, 2013), Di Dekatmu (Ping, DIVA, 2014), Bahagiaku Kamu (Rumah Oranye, 2014) dan Beautiful Sin (Duet dengan Petra Shandi, Story House, 2014).

Saat ini sedang menanti terbitnya 2 novel lain di 2 penerbit berbeda. Belasan antologi bersama penulis lain juga bertebaran di berbagai penerbit. Antologi terbaru ialah Stronger Than Me, Diva 2014.

Jika ingin berkenalan dengan penulis bisa melalui facebook : Kamiluddin Azis, simak saja kicauannya @kamiluddinazis atau bisa juga membaca tulisan-tulisan sederhananya di http://kamiluddinazis.blogspot.com surat-suratan juga boleh kamiluddinazis@gmail.com


Komplit konfliknya nih, perlu dibedah apa sih dalam novel di dekatmu ini.

Catatan  :
-30 menit pertama,  acara tanya jawab moderator dengan penulis novel. (Anggota  silahkan menyimak tanpa berkomentar dan bertanya apa-pun)
-1 jam 30 menit kemudian, semua anggota baru diperbolehkan bertanya ^^

Nah tanpa berlama-lama lagi yuk mulai ^.^
Suka ·
  • Safitri Conanian Hirawling, Lisma Laurel, Ragiel Jepe dan 59 lainnya menyukai ini.

·  Umirah Ramata selamat datang kak Kamiluddin Azis, terima kasih waktunya, silahkan duduk di depan,
8 Oktober 2014 pukul 19:58 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata Kak Hengki Kumayandi Full, Kak Redy 'Ugeng' Kuswanto, kak Ernawati Herman, Kak Agatha Vonilia Marcellina, Ragiel Jepe, kak Safitri Conanian Hirawling, Kak Zahra A. Harris , Diy Ara, Reyhan M Abdurrohman, Koko Ferdie, Lisma Laurel Yhati Melody Adam Yudhistira
8 Oktober 2014 pukul 20:01 · Suka · 4
· 
·  Lisma Laurel Hadir
8 Oktober 2014 pukul 20:03 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata WN Rahman, Wika Gita Wulandarii, Adham T. Fusama
8 Oktober 2014 pukul 20:04 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Selamat malam Mbak Umirah Ramata dan teman2 lainnya. Trims ya sdh mengundang saya ke sini.
8 Oktober 2014 pukul 20:04 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata selamat malam kak Kamiluddin Azis, langsung ke pertanyaan pertama ya, dari mana ide menuliskan novel ini muncul?
8 Oktober 2014 pukul 20:05 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Janabijana, Rezoum Original Kamal Agusta Arikmah Kamal, Gladys Mahardhika Sandy, SePti IKu Saya, Neng Widah, Mita Idhatul, Mahfrizha Kifani, Mu'uy Ciek Laey, Lina Ramdayani, Irfan Journey, Isnaeni Nur Hidayah, Rini Noona, Rismami Anissa
8 Oktober 2014 pukul 20:08 · Suka · 2
· 
·  Lisma Laurel Selamay Malam Kak @Kamilaluddin Azis

Salam kenal
8 Oktober 2014 pukul 20:09 · Batal Suka · 4
· 
·  Kamiluddin Azis Idenya sih muncul begitu saja. Kebetulan lagi mumet kerjaan dan pengen cuti, tiba-tiba kepikiran gimana ya kalau seseorang (waktu itu sih mikirnya saya misalnya) niat ambil cuti untuk liburan malah berhadapan dg suatu masalah. Lalu dipikirin aja masalah apa yang kira2 cukup berat sehingga membuat cuti si tokoh malah menambah masalah dalam hidupnya.
8 Oktober 2014 pukul 20:10 · Suka · 4
· 
·  Rillia Siska Selamat malam, Kak Umirah Ramata
8 Oktober 2014 pukul 20:10 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Melody Oke, Nunuk Priyati, Khurie Nuraviana, Alvi Syahrin
8 Oktober 2014 pukul 20:10 · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Selamat malam Lisma Laurel salam kenal juga ya
8 Oktober 2014 pukul 20:11 · Suka · 4
· 
·  Umirah Ramata eh, idenya muncul dari ingin cuti, hampir mirip ceritanya, dan ini sesuai dengan sinopsis yang dibaca, mengenai keluarga, berarti apakah novelnya termasuk dalam novel dewasa, Kak Kamiluddin Azis?
8 Oktober 2014 pukul 20:13 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata menyapa selamat malam Lisma Laurel, Rillia Siska
8 Oktober 2014 pukul 20:13 · Suka · 2
· 
·  Redy 'Ugeng' Kuswanto #mengintip
8 Oktober 2014 pukul 20:13 · Suka · 3
· 
·  Redy 'Ugeng' Kuswanto Beaautiful Sin, kok kayak judul punya Mas Rangga Wirianto ya?
8 Oktober 2014 pukul 20:13 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata Syeftikha Fristyana, Ahmad Nur, Ammi Rabiah Nur Nawawi, Niar Riantika Niam At-Majha
8 Oktober 2014 pukul 20:14 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Iya ini, kategori Young Adult, karena usia si tokoh di atas 25 tahun, dan problematika yang diangkat bukan saja soal cinta, tetapi masalah kerjaan dan keluarga juga.
8 Oktober 2014 pukul 20:14 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata beautiful sin, kak Redy 'Ugeng' Kuswanto, duetnya dengan kak Petra Shandi
8 Oktober 2014 pukul 20:15 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Waduh ada yg nanya Beautiful Sins ya, hehe Iya Redy 'Ugeng' Kuswanto kebetulan ini novelet duet saya dengan Petra Shandi kami tulis sebelum kenal dg Rangga Wirianto dan sebelum TSS beredar. Tapi karena satu dan lain hal, duo novelet ini telat lahir deh.
8 Oktober 2014 pukul 20:16 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata komplek berarti masalahnya, bagimana dengan nama-nama tokoh yang kakak ambil? Apakah dari suatu pencarian tertentu atau dari beberapa nama teman?
8 Oktober 2014 pukul 20:16 · Suka · 2
· 
·  Redy 'Ugeng' Kuswanto Cuma judul aja kali yang sama ya?
8 Oktober 2014 pukul 20:16 · Suka · 3
· 
·  Redy 'Ugeng' Kuswanto Eh, salam kenal Mas Kamiluddin Azis *salaman
8 Oktober 2014 pukul 20:17 · Batal Suka · 4
· 
·  Kamiluddin Azis Mbak Umirah Ramata mengenai nama tokoh cari nama yang mudah diingat aja, yang tidak terlalu sering dipakai juga, supaya pembaca tidak kesulitan dengan mengeja nama, dan kenyataannya orang yang sudah baca bisa dengan mudah menceritakan kembali kepada orang lain.
8 Oktober 2014 pukul 20:18 · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Kalo Yang Rangga The Sweet Sins, judulnya. Kalau duo saya sama Petra Shandi Beautiful Sins. itu awalnya untuk mengakomodir tulisan teman-teman di grup yang bertema forbidden love, Mas, just fyi aja ya, hehe
8 Oktober 2014 pukul 20:19 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata berapa lama penulisan novelnya, kak? Apa cuma selama cuti saja?
8 Oktober 2014 pukul 20:19 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis hehe... nulisnya sih lumayan lama, soalnya disela-sela kerjaan juga. Poles sana sini, bongkar pasang, permak ini itu, ada deh (malu ah...) setahun kali ya ...
8 Oktober 2014 pukul 20:23 · Suka · 2
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Hai, salam magic Om Kamil.
8 Oktober 2014 pukul 20:26 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata setahun, syukur bisa selesai dan terbit kak, , saya malah tak ada, . menarik dengan isinya kak, apa ini juga ceritanya seperti film-film action begitu ya, habisnya ada sebut-sebut pistol-jadi terbayang james bond,
8 Oktober 2014 pukul 20:26 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Salam Safitri Conanian Hirawling super magic!
8 Oktober 2014 pukul 20:26 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Haha, eh, bukan lah... masih di jalur romance. Cuma saya gatel aja kalo gak ada adegan berantem atau sedikit adu jotos gitu. Bukan buat nampilin adegan kekerasan sih, tapi tetap sesuai koridor cerita aja. Dan yg penting mendukung ceritanya.
8 Oktober 2014 pukul 20:28 · Suka · 3
· 
·  Safitri Conanian Hirawling
هادي كورنياوان, Diniyah Hidayati, Aditya Cakrasei, @
8 Oktober 2014 pukul 20:28 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Dinda Sailutt, Devika Putri, Ayu Ira Kurnia Marpaung, Puput Andriyani, Khairani Ali, Kiroro Tasuke
8 Oktober 2014 pukul 20:29 · Suka · 1
· 
·  Alfa Anisa Hadir dan menyimak.
8 Oktober 2014 pukul 20:29 · Batal Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata Hana Chan, hai Alfa Anisa
8 Oktober 2014 pukul 20:29 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata oh, hampir saja tadi berpikir ke sana,terus bagimana dengan penerbitannya, apakah langsung diterima oleh penerbit yang kakak kirimi naskah?
8 Oktober 2014 pukul 20:30 · Suka · 1
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Mau nanya, mau nanya. Kenapa judulnya harus panjang gitu, Om?
8 Oktober 2014 pukul 20:31 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Kebetulan yang ini langsung diterima. Kalau novel2 saya sebelumnya itu pernah mengalami penolakan, tetapi setelah direvisi dan dikirim ke penerbit lain, Alhamdulillh berjodoh.
8 Oktober 2014 pukul 20:32 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata Rani Evadewi Virda Nur Aini, Aris Rahman Yusuf Eric Keroncong Protol, Keyzia Chan, Adham T. Fusama, Mela Sukmawati, Husna Ayu Efrita
8 Oktober 2014 pukul 20:32 · Suka · 1
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Awal baca judulnya, Pipit kirain buku kumpulan syair gitu loh, Om. Hehe,..
8 Oktober 2014 pukul 20:33 · Batal Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Safitri Conanian Hirawling kebetulan sih judulnya cuma 'Di Dekatmu' sedangkan kata-kata lain di bawahnya itu adalah semacam tagline, atau apa ya namanya, haha
8 Oktober 2014 pukul 20:33 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata wah keren tanpa penolakan, saya buka sesi kedua untuk teman-teman bertanya ya, sila,
8 Oktober 2014 pukul 20:34 · Telah disunting · Suka · 2
· 
·  Keyzia Chan Hadir, Mut. menyimak
8 Oktober 2014 pukul 20:34 · Suka · 2
· 
·  Riswandi Nyusul di belakang Keyzia Chan!
8 Oktober 2014 pukul 20:35 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Tanpa penolakan bukan berarti gak ada revisi atau editing lho Mbak Umirah Ramata hehe
8 Oktober 2014 pukul 20:36 · Suka · 3
· 
·  Aris Rahman Yusuf Wah, Kang Aming. Nyimak dulu. Moga ntar bisa ikut tanya-tanya.
8 Oktober 2014 pukul 20:36 · Batal Suka · 3
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Oh gitu,

Nah, kalau pertanyaan ini selalu Pipit tanyain ke penulis-penulis di bedah novel tak tercuali Om Kamil juga.

"Mengapa Pipit harus beli dan baca buku ini?"
8 Oktober 2014 pukul 20:36 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata ditunggu Keyzia Chan, Ris Wandi
8 Oktober 2014 pukul 20:36 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata oh, memang selalu ada revisi dan editing, cara kakak untuk mndemokan ini-bingung istilahnya apa-pada penerbit kalau ini akan best untuk dicetak apa?
8 Oktober 2014 pukul 20:38 · Suka · 2
· 
·  Aditya Cakra Hallo semuanya. Met malam kamis. Hehe
Hadir, menyimak. Wah. Produktif sekali. Kak Kamil. ,
8 Oktober 2014 pukul 20:41 · Telah disunting · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Terus setelah dijawab sama penulisnya, Pipit beli nggak? hehe... Saya sih nggak pernah promoin supaya orang pada beli buku saya karena saya tahu setiap orang punya selera yang berbeda. Dari sinopsisnya biasanya orang bisa memutuskan setidaknya satu tahap mempertimbangkan apakah perlu membeli cerita ini atau tidak. Nah kalau saya ditanya kenapa Pipit harus beli dan baca buku ini, mungkin yang bisa saya jawab adalah, kalau Pipit suka dg unsur2 buku ini, lebih baik dibeli, dibaca dan diapresiasi. Kalau kebetulan ke toko buku dan menemukan ada buku ini yang sudah dibuka segelnya, sempatkan baca 1-2 bab, lalu lanjutkan setelah membayar ke kasir
8 Oktober 2014 pukul 20:40 · Telah disunting · Suka · 5
· 
·  Umirah Ramata Husna Linda Yani Ay, Aziz Muhaimin, Zukril Yu, Onie Daulat, Adhie Ilham Sarwono, Merlyn ArLiinto, Prameita Sari, Latifah Alifiana
8 Oktober 2014 pukul 20:40 · Suka · 2
· 
·  Intifa'ah Mochammad hadir.. dan menyimak.
8 Oktober 2014 pukul 20:40 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata lama tak berjabat dengan Aditya Cakrasei,
8 Oktober 2014 pukul 20:45 · Telah disunting · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata hai Intifa'ah Mochammad
8 Oktober 2014 pukul 20:43 · Suka · 2
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Tergantung!!!

Ya, suka sama jawaban yang ini.
8 Oktober 2014 pukul 20:43 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Begini, setiap penerbit itu punya sasaran pasar sendiri-sendiri. Punya selera dan passion sendiri-sendiri. Kalau kita mau menawarkan sebuah naskah ke sebuah penerbit, ada baiknya kita tahu dulu buku seperti apa yang diterbitkan di sana. Jika dirasa co...Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 20:43 · Suka · 4
· 
·  Hengki Kumayandi Hadiiiir
8 Oktober 2014 pukul 20:43 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata lagi, kak, pesan apa yang ingin kakak sampaikan pada pembaca?
8 Oktober 2014 pukul 20:43 · Suka · 2
· 
·  Riswandi Salam kenal Mas Kamiluddin, terima kasih atas konfirmasi pertemanannya. Mau tanya, trik apa sih yang dipakai untuk mengambil hati penerbit (selain nama Mas yang sudah terkenal karena sudah nerbitin beberapa buku hehehe)?
8 Oktober 2014 pukul 20:44 · Suka · 4
· 
·  Umirah Ramata Asep Medihatanto, masuk, pasti sudah dikangeni sama kak Hengki Kumayandi Full
8 Oktober 2014 pukul 20:44 · Batal Suka · 3
· 
·  Isnaeni Nur Hidayah Hadir dan menyimak...

Salam kenal kak #Kamiluddin.
8 Oktober 2014 pukul 20:45 · Suka · 3
· 
·  Irfan Journey Halo bang Kamiluddin Azis salam kenal. Wah novelnya sudah banyak sekali ya bang. Bagi-bagi infonya bang mengenai tata cara promosi novelnya. Kira-kira apa saja yang dilakukan bang agar novelnya diketahui banyak orang dan dibeli di toko buku?
8 Oktober 2014 pukul 20:46 · Batal Suka · 5
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Harapan Om setelah buku ini terbit? Untuk bukunya sendiri boleh, untuk Om sendiri juga boleh, untuk mereka calon pembeli dan pembaca juga boleh banget.
8 Oktober 2014 pukul 20:46 · Batal Suka · 3
· 
·  Riswandi Sepertinya jawaban atas pertanyaan saya sudah ada di atas hehehe... maaf..
8 Oktober 2014 pukul 20:46 · Suka · 3
· 
·  Aditya Cakra Jabat erat tangan kak Umirah Ramata. Hehe.Anu, tanya Kak. Sebelum menulis novel, jadi Kak Kamil sudah rencanakan mau kirim ke mana gitu ya?
8 Oktober 2014 pukul 20:47 · Batal Suka · 4
· 
·  Kamiluddin Azis Saya jawab Ris Wandi dulu ya, gatel nih, hehe... Abaikan nama (bahwa pernah nerbitin novel sebelumnya) karena tidak jaminan juga novel kita bakalan diterima, diterbitkan, bahkan dipromosikan dengan cara istimewa. Kalau bicara trik, oke sdh terjawab ya...Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 20:48 · Suka · 5
· 
·  Intifa'ah Mochammad wah, aku ndak paham apa maksunya kak kamiluddin, tolong dijelaskan lagii
8 Oktober 2014 pukul 20:49 · Suka · 2
· 
·  Asep Medihatanto hadir, Teh Umi, n_n... hhh bisa saja, tak mungkin penulis best seller kangen sama manusia bodoh ini, n_n
8 Oktober 2014 pukul 20:50 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Sekarang ke Mbak Umirah Ramata lagi. Saya sih termasuk penulis yang tidak menyibukkan diri dengan memikirkan pesan apa yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui karya kita. Mungkin banyak pesan yang terselip di sana-sini. Lewat quote, dialog atau secara tak sengaja melalui narasi sebuah peristiwa dalam novel ini. Tapi sejak awal saya nulis, saya hanya ingin menyuguhkan sebuah cerita cinta, ada unsur CLBK-nya, suspense-nya, agak-agak dewasa sedikit, urusan kerjaa juga problematika rumah tangga. Duh ribet ya jawabannya, hehe, kalau sudah baca novelnya pasti ngerti deh pesan-pesan apa yang bermunculan di sana.
8 Oktober 2014 pukul 20:51 · Suka · 4
· 
·  Umirah Ramata pertanyaan yang sama, attitude-sikap-yang bagaimana?
8 Oktober 2014 pukul 20:51 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata iish ish ish Asep Medihatanto merendah
8 Oktober 2014 pukul 20:51 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Aditya Cakrasei biasanya sih saya begitu. Menulis untuk segmen remaja misalnya, yang kelak akan saya kirim ke penerbit A, B atau C. Semisal ditolak si A, evaluasi lagi lalu kirim ke penerbit alterntif berikutnya. Sambil kita telaah juga apa yg sedang trend di pasar dan apa yg sedang dicari penerbit tersebut. Semoga menjawab ya...
8 Oktober 2014 pukul 20:52 · Suka · 4
· 
·  Aditya Cakra Ada gak sih situs favorit yang Kak Kamil kunjungi untuk update tema yang sedang 'trend', misalnya?
8 Oktober 2014 pukul 20:55 · Suka · 3
·  
·  Kamiluddin Azis Irfan Journey sekarang banyak media untuk kita promo. Kamu pasti tahu apa aja kan. Nah manfaatkan itu semua. Kalau saya sih hanya memanfaatkan medsos itu bukan cuma untuk promo karya, tetapi lebih untuk mencari teman, mengembangkan pergaulan dan mempererat silaturahmi. Kalau kemudian imbasnya ke penjualan novel saya, itu adalah berkah. Enek juga kan kamu kalau ada penulis yang statusnya promosi novel dia terus. Orang ajak ngobrol disuruh beli, dll, hehe (ada gak sih yg begitu, hehe) Kalau ada promotor atau support penerbit sih enaknya bedah buku, launching ke toko-toko buku atau jumpa fans. Ngadain lomba atau give away juga bisa. tapi yang penting dari semua itu ya, mempromosikan bukan cuma bukunya, tapi juga karya2 kita lainnya, misal yg diposting di blog.
8 Oktober 2014 pukul 20:57 · Suka · 5
· 
·  Kamiluddin Azis Duh, maaf ya jawaban saya panjang2... haha...
8 Oktober 2014 pukul 20:57 · Suka · 3
· 
·  Isnaeni Nur Hidayah Mau tanya mau tanya...

Pembaca yang disasar kan YA atau Young Adult, berarti yang udah umur 25 tahunan (aku belum boleh berarti, hehe), biasanya dikisaran umur itu, para pembaca memiliki pemikiran yang lebih dewasa dan kompleks daripada Teenager, sehi...Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 20:59 · Batal Suka · 4
· 
·  Kamiluddin Azis Nggak ada sih @Adit, saya malah nggak punya bookmark situs. Situ sapa ya, palingan langgan good reads aja, hehe
8 Oktober 2014 pukul 20:59 · Suka · 4
· 
·  Kamiluddin Azis Eh tadi Safitri Conanian Hirawling tanya harapan ya? pertanyaan bukan ya itu. Ya sudah saya komentarin deh. Ya, saya berharap novel saya bukan cuma menghibur, dan bisa mengusir kepenatan setelah pembaca menjalani aktivitas berat seharian penuh, tetapi juga bisa memberikan manfaat, inspirasi atau apapun itu bagi pembacanya.
8 Oktober 2014 pukul 21:00 · Suka · 4
· 
·  Umirah Ramata suka jawaban yang panjang dan rinci, kak,
8 Oktober 2014 pukul 21:00 · Batal Suka · 3
· 
·  Aditya Cakra Kak pernah 'galau' soal idealisme menulis yang benturan sama selera pasar enggak?
8 Oktober 2014 pukul 21:04 · Telah disunting · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Kenapa yg disasar segmen YA? Kalau saya ditanya kenapa saya menulis tema YA, ya karena saya memang sudah lewat dari usia itu, hehe jadi lebih mudah untuk menulis dan melibatkan emosi di sana. Meskipun, saya juga getol menulis teenlit. Lalu kalau ditanya kenapa DDM nyasar segmen YA, ya karena memang tema ceritanya yg sudah over teenlit. Nah kalau teenager mau baca novel ini, itu syah-syah saja karena di dalam novel ini nggak ada adegan yang menyerempet bahaya, hehe. Hanya bingkai ceritanya saja yang YA. Toh anak2 teenager juga kelak kan bergeser usianya? mau tunggu sampe usia itu baru baca atau ingin tahu dari sekarang, silakan ditentukan sendiri, hehe
8 Oktober 2014 pukul 21:03 · Suka · 3
· 
·  Petra Shandi Bravo kang aming!!! Mau tanya ah. Ada gak penulis yang mempengaruhi tulisab kang aming? Lokal ato mancanegara juga boleh?
8 Oktober 2014 pukul 21:03 · Batal Suka · 4
· 
·  Ulfah N Om, mau tanya, yang mana yang sering Om pilih? Sistem jual putus atau royalti? Kenapa?
Mau nanya aja sih... Ngga tau kapan take on contract-nya hahaha
Salam kenal... Bukan penulis dan entahlah bakal jadi penulis atau ngga......Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 21:03 · Suka · 3
· 
·  Arum Damayanti Hadir..

Kak mau tanya? baca sinopsisnya, perasaan saya saja atau itu memang cinta segi banyak? gimana cara mengupas agar lebih terasa tidak berat dibaca meski itu kisahnya sudah dalam lingkup berumah tangga?
8 Oktober 2014 pukul 21:06 · Batal Suka · 4
· 
·  Ulfah N Bagaimana menurut Mas Kamil, apakah novel genre romance sudah ngga laku di pasaran? Lebih suka menulis menyesuaikan tema dan genre yang booming di pasaran atau tetap menulis semau hati saja?
8 Oktober 2014 pukul 21:06 · Batal Suka · 5
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Terserah deh mau dianggap apa, yang penting udah direspon.
8 Oktober 2014 pukul 21:07 · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Haha ketahuan banget nih Aditya curhatnya, hehe.... Kalau berbenturan dengan pasangan soal selera atau materi yang ingin ditulis. ya kamu tentuin aja, siap yang akan menulis, hehe... Tapi yang penting, kita menulis bukan untuk kepentingan seseorang saja. Kita perlu mempertimbangkan banyak faktor di sini. Kalau kamu lebih berat ke pacarmu, ya sudah ikutin saja. Gampang kok...
8 Oktober 2014 pukul 21:07 · Suka · 5
· 
·  Aditya Cakra Kalau Kakak sendiri, punya genre favorit enggak?
8 Oktober 2014 pukul 21:08 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata sini peluk Almira Pagi, merindumu yang terlalu lama menghilang,
8 Oktober 2014 pukul 21:08 · Suka · 2
· 
·  Aditya Cakra Kok pacar?? Pasar Kak. *tadi typo (aslinya keinget sih. Wkwk)
8 Oktober 2014 pukul 21:09 · Suka · 2
· 
·  Isnaeni Nur Hidayah Terima kasih untuk jawabannya.

Tanya lagi, ah......Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 21:09 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata dapat boom jempol,
8 Oktober 2014 pukul 21:11 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Eh ada yg kelewat ya, soal Attitude ya? Pernah nggak kamu merasa kesal karena ada penulis atau artis atau profesi tertentu yang katakanlah sombong, sering menulis status yg membanggakan diri sendiri atau meremehkan orang lain? Kalau saya sih malas ke d...Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 21:11 · Suka · 4
· 
·  Irfan Journey Kalau dari Bang Kamiluddin Azis sendiri kira-kira punya target penjualan gak untuk novel terbarunya? Misalnya harus sekian ex. Kalau punya, hal-hal apa saja yang bang Kamil lakukan sejauh ini agar penjualan novelnya bisa tercapai sesuai dari bang Kamil targetkan.
8 Oktober 2014 pukul 21:11 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata adit,
8 Oktober 2014 pukul 21:12 · Suka · 1
· 
·  Aditya Cakra Poin tentang atittude: "Tetaplah jadi unyu dan menggemaskan, biar tidak bikin bosan."
8 Oktober 2014 pukul 21:13 · Batal Suka · 5
· 
·  Asep Medihatanto oh, sudah boleh komentar, ya... oke, ikut nyimak, n_n
8 Oktober 2014 pukul 21:14 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Saya pernah dapat curhat colongan seorang penerbit kenamaan yang katanya buat apa menerbitkan buku karya penulis yang sombong, tidak mau dikoreksi dan merasa dirinya paling bagus, paling bener dsb (ngomongnya sambil kecut dia) meskipun karyanya bagus sebagus2nya. Mending menerbitkan karya penulis yang selalu bersikap baik, baik di dumay maupun di masyarakat yang sesungguhnya, soal bagus enggaknya kan bisa diediting, dibicarakan bareng2. Malah kalau sedang beruntung dibantu promo jor2an.
8 Oktober 2014 pukul 21:14 · Suka · 4
· 
·  Umirah Ramata Kalau kedua elemen pendukung karya kita lahir dan tetap eksis itu sudah tidak suka dengan kita karena sikap kita yang kurang mendukung untuk membuat karya kita diterima, apa yang akan terjadi? Dapat kan pointnya? Catat gede-gede yang ini,
8 Oktober 2014 pukul 21:14 · Batal Suka · 4
· 
·  Aditya Cakra Point nya tetaplah unyuk Kak Umi. Eh dapet bom jempol!! Aarggh! *tekapar
8 Oktober 2014 pukul 21:17 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Arum Damayanti dan teman-teman lainnya memang mesti baca DDM sepertinya, hehe. Sebenarnya tidak terlalu berat sih ceritanya. Asli, ringan-ringan saja. Hanya bumbunya yang beragam dan agak sedikit pedes, hehe. Dan semua yang dituangkan dalam novel ini, sangat realistis. Bisa saja pernah atau mungkin terjadi. Dalam keadaan tertentu, sikap manusia bisa saja berubah. Ah... Dan satu hal, kalau kalian berharap membaca novel dengan bahasa mendayu dan penuh puisi, bukan novel ini yang kalian cari. Tapi kalian tetep harus baca sebagai pembanding karya sastra yang kalian pernah dan suka baca itu. hehe. Ini namanya promo terselubung ya, Pit...
8 Oktober 2014 pukul 21:18 · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Ih Kang Asep kirain mau komentar, ternyata tetep menyimak, hehe. salam kenal Kang
8 Oktober 2014 pukul 21:19 · Suka · 4
· 
·  Yhati Melody Hadir, Umi.
Selamat malam semuanya.
Salam kenal Mas Kamil.
8 Oktober 2014 pukul 21:20 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Almira Pagi, Bagaimana menurut Mas Kamil, apakah novel genre romance sudah ngga laku di pasaran? Lebih suka menulis menyesuaikan tema dan genre yang booming di pasaran atau tetap menulis semau hati saja? kak Kamiluddin Azis
8 Oktober 2014 pukul 21:21 · Batal Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata malam Yhati Melody
8 Oktober 2014 pukul 21:22 · Suka · 1
· 
·  Asep Medihatanto saya kan penuntut ilmu, belum mampu mengomentari suatu ilmu, kang Kamiluddin Azis, hihi... keep spirit!
8 Oktober 2014 pukul 21:22 · Batal Suka · 2
· 
·  Yhati Melody Nitip jejak dulu.

#kepalasakitperut. #eh
8 Oktober 2014 pukul 21:23 · Batal Suka · 1
· 
·  Ragiel Jepe ngintip sebentar. Salam kenal Mas Kamilludin. Semangat Umi
8 Oktober 2014 pukul 21:24 · Batal Suka · 1
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Ujung-ujungnya tetap harus promosi ya Om.

Oke deh, Pipit doakan semoga selalu sukses, dan makin produktif ya, Om Kamil. *lanjutmenyimakdengankeren.
8 Oktober 2014 pukul 21:24 · Batal Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata Petra Shandi, Bravo kang aming!!! Mau tanya ah. Ada gak penulis yang mempengaruhi tulisab kang aming? Lokal ato mancanegara juga boleh? Kak Kamiluddin Azis
8 Oktober 2014 pukul 21:24 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Siap Kang Asep... Semoga lekas sembuh ya Yhati Melody
8 Oktober 2014 pukul 21:25 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata jejakmu banyak di pemberitahuan Yhati Melody, jempool, :d
8 Oktober 2014 pukul 21:25 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata Almira Pagi Om, mau tanya, yang mana yang sering Om pilih? Sistem jual putus atau royalti? Kenapa?
Mau nanya aja sih... Ngga tau kapan take on contract-nya hahaha
Salam kenal... Bukan penulis dan entahlah bakal jadi penulis atau ngga..., kak Kamiluddin Azis
8 Oktober 2014 pukul 21:25 · Batal Suka · 3
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Uni Yhati Melody kualat,
8 Oktober 2014 pukul 21:26 · Suka
· 
·  Umirah Ramata Arum Damayanti Hadir..

Kak mau tanya? baca sinopsisnya, perasaan saya saja atau itu memang cinta segi banyak? gimana cara mengupas agar lebih terasa tidak berat dibaca meski itu kisahnya sudah dalam lingkup berumah tangga? Kak Kamiluddin Azis
8 Oktober 2014 pukul 21:26 · Batal Suka · 3
· 
·  Asep Medihatanto wah, Teh Yhati sedang dianugerahi kesempatan untuk meningkatkan kemuliaan dirinya, ya... selamat berjuang Teh Yhati! Kami mendukung dan mendoakan yang terbaik!
8 Oktober 2014 pukul 21:26 · Batal Suka · 3
· 
·  WN Rahman #menyimak
8 Oktober 2014 pukul 21:27 · Suka · 2
· 
·  Yhati Melody Terima kasih, Mas Kamil.
# Novelnya pasti supel ini, sesupel orangnya. sukses selalu, Mas.
Mau nanya tapi pertanyaanki udah ada yang nanya.
8 Oktober 2014 pukul 21:28 · Batal Suka · 2
· 
·  Adham T. Fusama Eh eh udah boleh nanya ya?
8 Oktober 2014 pukul 21:29 · Suka · 2
· 
·  Adham T. Fusama *Hadir dan nyimak*
8 Oktober 2014 pukul 21:29 · Suka · 2
· 
·  Yhati Melody Mpit : kualat opo?
Asep : Aminn, terima kasih.
8 Oktober 2014 pukul 21:29 · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Ih Petra Shandi nggak ac nanya ah, hehe... Siapa ya... Sebenarnya sih saya termasuk pengkhianat passion, hehe... Sejak dulu saya suka baca novel yang berbau thriller, suspense, detektif semacam begitulah. Sedikit sekali yang genrenya pure romance. Sebut saja novel2 Sidney Sheldon, Mary Higgins Clark. beberapa tahun terakhir saya baca karya2 Linda Howard dan saya dapet sense of romance dari sana. Unsur komedi saya terbentuk dari kegemaran saya baca Hilman Hariwijaya, yg dewasanya ketularan Moammar Emka, romantisnya duh, kena virus Andrei Aksana. Kekuatan diksi dan pengayaan bahasa saya belajar dari Dewi Lestari dan Remy Sylado. Dan untuk setting dan kekinian saya banyak baca juga novel2 penulis2 yg sedang in saat ini. termasuk kamu, Pet...
8 Oktober 2014 pukul 21:36 · Telah disunting · Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Amin @Pipit.
8 Oktober 2014 pukul 21:31 · Suka · 2
· 
·  Umirah Ramata sudah booleh kak Adham T. Fusama
8 Oktober 2014 pukul 21:31 · Suka · 1
· 
·  Hengki Kumayandi Masih menyimak.
8 Oktober 2014 pukul 21:32 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Mbak Umi, kata siapa ya genre romance udah gak laku, hehe. Selama masih ada CINTA, Benci, selingkuh, atau CLBK kayaknya dunia novel romance gak bakalan ada matinya. Kalau soal menulis apakah ikut genre yang sedang in atau tetap di jalur romance, kalau saya sih suka keduanya. Jadi saya jalani aja, toh saya tetap menghidupkan ide-ide dalam kepala saya supaya tidak membuat kepala ini tambah berat.
8 Oktober 2014 pukul 21:32 · Suka · 3
· 
·  Safitri Conanian Hirawling Rapopo, Uni Yhati Melody. Aku meneng wae kok, ra ono maksud opo-opo. *pukpuk
8 Oktober 2014 pukul 21:33 · Suka · 3
· 
·  Adham T. Fusama Oh sudah ya. Maaf saya telat hadirnya jadi maaf kalau pertanyaan saya ini pengulangan.

Mau tanya dong apa resep, tip, dan trik Kang Kamiluddin Azis bisa produktif nulis? Setahun bisa 2 novel. Padahal ada kesibukan lain.

Terima kasih untuk jawabannya. Sukses buat novelnya.
8 Oktober 2014 pukul 21:33 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Royalti, atau beli putus? Sepertinya kombinasi keduanya. Tapi saya sih ikutin saja, sesuai dengan jodoh naskah saya. Sekiranya naskah saya layaknya mendapat hasil yang setimpal dari honor jual putus, ya saya ambil. Semisal masa depan karya saya menurut...Lihat Selengkapnya
8 Oktober 2014 pukul 21:35 · Suka · 2
· 
·  Yhati Melody Aku rapopo, Mpit.
8 Oktober 2014 pukul 21:35 · Suka · 2
· 
·  Dinda Putrie Sailutt aduh.. ketinggalan
8 Oktober 2014 pukul 21:35 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Pertanyaan Arum Damayanti sudah terjawab Mbak Umirah Ramata
8 Oktober 2014 pukul 21:36 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Pertanyaan dari @Irfan sepertinya belum terjawab ya... soal target penjualan... Pengennya sih best seller, terjual sebanyak2nya, bila perlu dicetak berulang2, kan lumayan tuh royaltinya, hehe. Tapi berhubung masih anak bawang, ya jalani saja prosesnya. Kalau soal promosi itu sudah pasti. Kita semua tidak lantas menyerahkan sepenuhnya kepada penerbit. Sebagai penulis kita juga wajib alias kudu mempromosikan karya kita. Bila perlu bantuin jualan. Ini serius!! (hehe pake dua tanda seru). Sering jalan2 ke toko buku, pantau bagaimana penjualan buku kita di sana. Kontak penerbit juga untuk menanyakan bagaimana perkembangan penjualan 1-2 bulan terakhir. Tapi jangan nanya doang, bantu promosi juga, hehe toh buat kita-kita juga. itu yg selama ini saya jalani. Soal hasil, berserah kepada Tuhan, itu membuat saya lebih tenang. (lho kok jd religi begini ya...)
8 Oktober 2014 pukul 21:41 · Suka · 3
· 
·  Arum Damayanti Kak kamiludin@oh, gitu... Belum pernah baca novel model gini sebelumnya, mungkin karena terkena biasnya sinetron soalnya agak kawatir kesannya mbulet ( kurang logis) semoga novel ini laris. Makasih sudah berkenan menjawab pertannyaan saya..
8 Oktober 2014 pukul 21:41 · Batal Suka · 3
· 
·  Kamiluddin Azis Amin... Untuk yg suka sinetron mestinya suka novel ini, karena beda, Apalagi untuk yg tidak suka sinetron, hehe. Tapi yg jelas saya selalu menulis dengan imajinasi dan memvisualisasikan seolah2 itu terjadi di depan mata. Kalau ternyata hasilnya terasa seperti sinetron/film mungkin itu persepsi saja. Tapi yang jelas, semestinya kalau sudah masuk penerbitan dan dijual di khalayak, logika cerita sudah lewat.
8 Oktober 2014 pukul 21:47 · Suka · 1
· 
·  WN Rahman Kang Aming, punya hasrat enggak suatu hari harus menulis cerita yang semacam ini semacam itu, atau hanya mengikuti ide yang muncul di kepala?
8 Oktober 2014 pukul 21:48 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Resep, Tip dan Trik ya Adham T. Fusama ... Resepnya pakai resep yang sehat2, hehe. pola makan, pola hidup, dan yg tak kalah pentingnya bahan bacaan, tontonan dan kualitas obrolan, hehe. Tips saya untuk kamu dan yg lainnya yg pengin jd penulis ya rajin-rajin mengasah kebisaan kalian. Belajar ke mana saja Hari gini banyak media yg bisa kita jadikan objek belajar. Banyak mentor yg tidak harus ketemu tapi mau menularkan ilmunya. Kuncinya kemauan. Abaikan soal fasilitas, jaringan, budget dll. Semua itu hanya alibi untuk menutupi rasa malas dan keengganan untuk belajar dan maju. Triknya? Nggak pake trik, karena saya bukan pesulap, hehe. Semua yg sudah kita dapet dari belajar menulis, itulah triknya. Untuk yg punya kesibukan seabreg nggak usah ngoyo maksain diri menulis 1-2 novel setahun. Ikuti saja sesuai kemampuan. Kalau sudah expert bisa menulis lebih dari 2 pun, tidak akan masalah. Asal kita bisa bagi waktu saja. Dan yang penting, bukan bisa menulis 1 atau 2 karya lalu terbit menjadi sebuah karya, tetapi bagaimana kita bisa memanfaatkan kebisaan kita menulis supaya bisa memberikan manfaat lebih untuk hidup kita dan orang lain.
8 Oktober 2014 pukul 21:53 · Suka · 4
· 
·  Adham T. Fusama Hatur nuhun
8 Oktober 2014 pukul 21:55 · Batal Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Mas WN Rahman terima kasih atas pertanyaannya. Tentu saja ada keinginan saya untuk menulis dan membuat sebuah karya yg everlasting, katakan saja begitu. Yang menunjukkan itulah saya misalnya. Hehe. Tapi saat ini, kembali, saya ikuti saja prosesnya. Biar alam yang menggiring saya, saya percaya ide-ide yang berjubelan di kepala bisa meretas menjadi karya-karya yang bermanfaat untuk khalayak seandainya saya masih bisa menciptanya.
8 Oktober 2014 pukul 21:56 · Suka · 3
· 
·  Aditya Cakra Misi yang lebih besar dan mulia. #Awsome.
8 Oktober 2014 pukul 22:00 · Batal Suka · 2
· 
·  Riswandi Mas Kamiluddin Azis, seberapa banyak pengaruh latar belakang pendidikan Mas terhadap novel-novel yang telah lahir, terutama novel ini?
8 Oktober 2014 pukul 22:01 · Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Masih nyelip pertanyaan Ris Wandi, kak Kamiluddin Azis. Haha

Oke kobimoist, jamnya sudah teng, lebih dari jam sepuluh malam. Terima kasih untuk waktu dan ilmunya ya kak. Sukses selalu. Dan sehat tentunya.

Untuk sahabat semua, terima kasih sudah hadir dan berbagi tanya.
Selamat malam dan selamat beristirahat.
8 Oktober 2014 pukul 22:05 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Kalau untuk novel ini @Mas Ris saya memang sedikit menyelipkan major yg saya ambil waktu kuliah dulu, hehe, sayang tahu sedikit kalo tidak dibagi kan jd mubajir ilmunya. Tapi untuk novel2 lain kayaknya nggak terlalu pengaruh dg backgroud pendidikan saya. Takutnya kalau saya keluarin semua, isinya malah gak roman, hehe. Yg lebih berpengaruh justru bukan soal latar belakang pendidikan saya, tetapi passion saya, sesuatu yang sukai, masih dan selalu, biasanya pengin banget saya sisipkan di setiap karya saya.
8 Oktober 2014 pukul 22:06 · Suka · 1
· 
·  Kamiluddin Azis Haha #aslingakak saya pikir saya yg salah baca, eh Adit edit pertanyaannya. Oke saya jawab aja deh karena ini penting buat dijawab juga. Soal selera pasar & idealisme ya.... Sekarang bagaimana kalau pada kenyataannya selera pasar itu menyukai idealisme kita? Asyik ya, hehe. Percaya deh Dit, jika apa yang kita tawarkan kepada pasar adalah sesuatu yang beda, unik dan orisinal (buah dari pengayaan idealisme kita) pasar dalam genggaman kita. Tapi kalau Adit tanya pernah nggak saya berbenturan dengan idealisme pasar, saya bisa jawab untuk saat ini, belum, karena mungkin saya baru bisa menyemarakkan pasar dengan karya-karya yg kebetulan sedang dibutuhkan. masih paralel. Entah kalau suatu waktu ada pergeseran lain.
8 Oktober 2014 pukul 22:13 · Suka · 2
· 
·  Kamiluddin Azis Saya juga berterima kasih atas waktu dan perhatian teman2 semua. KOBIMO dan admin2nya yang seru, juga pertanyaan2 yg diluar dugaan saya. Meski saya gak perlu bedah novel ini lebih dalam,( karena kayaknya habis ini mau pada beli sendiri, hehe geer) tapi saya punya kesempatan share proses menulis dan penerbitannya, juga pasca penerbitan dan promosi. Semoga bermanfaat. Selamat malam. Jangan sungkan untuk mengajak saya ngobrol ya teman2 karena saya selalu ada #Didekatmu
8 Oktober 2014 pukul 22:18 · Suka · 3
· 
·  Umirah Ramata Siap kak Kamiluddin Azis terima kasih. Pastinya kalau.lihat novelnya di rak pasti akan ambil bawa ke kasir.

Untuk doorprise malam ini jatuh kepada Aditya Cakrasei, selamat ya. Jangan lupa inbok lamat dan nopenya langsung ke kak Kamil.
8 Oktober 2014 pukul 22:21 · Suka
· 
·  Kamiluddin Azis Selamat buat @Adit, yang nanya sekali tapi gara2 typo saya jd harus jawab dua kali, wkwk, kamu bakal dapat 1 novel terbaru saya. Bukan ini, tapi gak kalah serunya lho... (fyi aja di novel terbaru saya, judulnya #Bahagiakukamu ada sedikit salah cetak nama di cover buku oleh penerbit)
8 Oktober 2014 pukul 22:22 · Suka · 2
· 
·  Aditya Cakra Wak waw!! Asyiik dapat doorprize. Trims ya Kak Kamil, Kak Umi... *Guling-guling depan rumah.
8 Oktober 2014 pukul 22:26 · Batal Suka · 1
· 
·  Umirah Ramata Poto gulinggulingnya, Dit.
8 Oktober 2014 pukul 22:28 · Suka
· 
·  Aditya Cakra Hehe. Gimana caranya selfie guling-guling? Sst, suara kak Umi di mata Ke Dua keren beud yaa?
8 Oktober 2014 pukul 22:31 · Suka
· 
·  Umirah Ramata Suruh orang, yang pastinya ga pake tongsis.

Masa? denger sampai akhir saat umi nangis juga?
8 Oktober 2014 pukul 22:33 · Suka
· 
·  Ragiel Jepe Selamat Dit..
8 Oktober 2014 pukul 22:33 · Suka · 1
· 
·  Aditya Cakra Thanks Giel. .Kak Umi: kacih tau gak ya? Tal ge el? Wkwk
8 Oktober 2014 pukul 22:37 · Suka · 1
· 
·  Alfa Anisa Suara kak umi kecil pake tapi unyu, #eh

Selamat mas adit
8 Oktober 2014 pukul 22:37 · Suka · 2