Hoppipolla, Jiwa yang Menerawang
Absurd diantara Realita Kehidupan
Sebuah
Resensi
Judul
: Hoppipolla
Penulis : Dedek Fidelis Sinabutar, dkk
Penerbit : DeKa Publishing
Terbit : Januari 2014
Tebal : vii + 133 halaman; 14 x 20 cm
ISBN : 978-602-7915-43-5
Penulis : Dedek Fidelis Sinabutar, dkk
Penerbit : DeKa Publishing
Terbit : Januari 2014
Tebal : vii + 133 halaman; 14 x 20 cm
ISBN : 978-602-7915-43-5
Menyuguhkan
kisah-kisah imajinatif melalui karya surealis merupakan salah satu cara untuk
mendobrak sebuah mainstream dalam
bercerita. Surealisme adalah sebuah aliran dalam karya sastra yang
mengetengahkan unsur-unsur magis, mimpi, mitos, klenik, sesuatu yang memiliki absurditas
tinggi, dan nyaris tak terjangkau oleh logika.
Unsur-unsur kejutan dan sesuatu yang tak terduga menjadi ciri utama genre tulisan ini. Mimpi dan alam bawah sadar
adalah sumber inspirasi utama karya-karya beraliran surealisme. Namun, kerap
penulis juga menyisipkan kritik sosial dalam karya surealismenya, dengan
menganalogikan setting ataupun plot dan tokoh cerita dengan sesuatu yang tidak
realistis. Ini menjadi sebuah sindiran halus bagi tokoh yang dikritisi.
Aliran
surealisme lahir pertama kali di Paris sekitar tahun 1924 saat penulis Perancis
bernama Andre Breton menulis manifesto pertama surealis yang disusul dengan dua
manifesto lainnya pada tahun 1930 dan 1942. Lalu gerakan baru itu berkembang luas hingga
ke seluruh Eropa dan Amerika. Pada perkembangannya, para surealis di negara-negara
Eropa dan Amerika sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, seorang pendiri
psikoanalisis dari Austria. Di Indonesia sendiri aliran surealisme ini diawali
dengan lahirnya sebuah cerpen berjudul ‘Godlob’ karya Danarto pada tahun 1967. Lalu perkembangan aliran ini semakin pesat
dengan bermunculannya cerpen-cerpen beraliran sejenis. Sebut saja Agus Noor dan
Eka Kurniawan, dua cerpenis senior yang getol
menciptakan cerpen-cerpen surealis yang banyak diminati pembaca masa kini.
Hoppipolla
mencoba menyuguhkan sajian tulisan dalam bentuk kumpulan cerita pendek bergenre
surealis. Buku ini terdiri dari 12 cerpen yang merupakan para pemenang Cerpen of the Month selama tahun 2013, yang
diadakan grup kepenulisan ternama ‘Untuk Sahabat’. Nama ‘Hoppipolla’ diambil
dari judul cerpen yang menjadi karya terbaik pilihan juri. Cerpen ini ditulis
oleh Dedek Fidelis Sinabutar, penulis muda kelahiran tahun 1992 asal Rantauprapat.
Cerita yang Dedek tulis sangat menarik, yaitu tentang seorang lelaki yang
ditinggal mati pacarnya, dan sering mengalami mimpi aneh: bertemu dengan ikan
mas koki raksasa yang bias bicara. Pun di dunia nyata ia juga sering melihat ikan
tersebut, bahkan mereka berkomunikasi layaknya manusia. Ikan mas koki itulah
yang membuat laki-laki patah semangat itu bangkit kembali dari keterpurukan.
Secara
umum, gaya bahasa dalam kumcer ini relatif senada: sastra dan baku. Sepertinya
para penulis tidak ingin menodai kesakralan makna surealisme yang menjadi
benang merah buku ini. Apalagi di dalam Hoppipolla terdapat juga penulis
kawakan sekelas Zhaenal Fanani dan Sutanto Ari Wibowo yang sudah menerbitkan
banyak sekali novel yang laris di pasaran. Belum lagi jacob Julian dan Sandza
yang sering menang lomba, serta penulis-penulis lain yang karyanya sering
muncul di media.
Anda
akan tercengang dan merasakan sensasi menegangkan di setiap akhir cerpen. Dalam
sebuah cerpen berjudul 'Karnaval Cinta' karya Zhaenal Fanani, Anda akan bertemu
dengan seorang lelaki yang dianggap gila, tetapi tiba-tiba menghilang dan
berada di tempat lain. Anda akan menikmati akhir cerita yang menegangkan dalam
'Tumbal' Dedul Faithful, dan 'Watu Loreng' M. Hasbi AS. Atau akhir cerita
dengan mata terbelalak setelah membaca 'Sang Pelopor' Sutanto Ari Wibowo,
'Tangan Penyembuh' karya Marlina, 'Mimbar Tua Baiturrahim'-nya Enik Iis, dan
'Tembok Kutukan' goresan tangan Marlyn Christ. Belum lagi karya lain yang juga
mengagumkan, yaitu : 'Selendang Ungu Negeri Trawang Jagat' karya Anung D'Lizta,
'Beruang di Mimpiku' Jacob Julian dan 'Syahrah Tujuh Ruh dalam Raga yang
Satu'-nya Eni NN, serta 'Titisan Khidir' dari Sandza.
Dua
belas cerpen dalam Hoppipolla yang sangat memesona ini bisa jadi sebagai
pembuka karya-karya surealis dari penulis-penulis muda lainnya. Dedek dan
penulis lainnya mampu menggedor tabir mimpi, dan mengurai mitos menjadi sebuah
cerita yang lebih irasional. Kesunyian dan kegelapan yang absurd menjadi
demikian indah dalam rangkaian kata penuh makna. Kesepian adalah sumber segala
hal yang bersifat surealis bermula. Namun menurut Dedek : Kesepian dan kesunyian adalah dua hal berbeda. Ketika kau tak
menikmatinya, ia bernama kesepian. Ketika kau menikmatinya, ia bernama
kesunyian (halaman 4).
Pak
Danarto, maha guru cerpenis surealis pasti bangga, karena selain Agus Noor, Eka
Kurniawan, Sunlita Citra Tanggyono, dan beberapa penulis surealisme kondang lainnya,
akan lahir banyak sekali penulis-penulis yang beraliran surealisme berkualitas
berikutnya.
*