Jumat, 28 Februari 2014

Resensi : Hoppipolla



Hoppipolla, Jiwa yang Menerawang Absurd diantara Realita Kehidupan
Sebuah Resensi


Judul       : Hoppipolla
Penulis    : Dedek Fidelis Sinabutar, dkk
Penerbit  : DeKa Publishing
Terbit      : Januari 2014
Tebal       : vii + 133 halaman; 14 x 20 cm
ISBN       : 978-602-7915-43-5

Menyuguhkan kisah-kisah imajinatif melalui karya surealis merupakan salah satu cara untuk mendobrak sebuah mainstream dalam bercerita. Surealisme adalah sebuah aliran dalam karya sastra yang mengetengahkan unsur-unsur magis, mimpi, mitos, klenik, sesuatu yang memiliki absurditas tinggi, dan nyaris tak terjangkau oleh logika.  Unsur-unsur kejutan dan sesuatu yang tak terduga menjadi ciri utama  genre tulisan ini. Mimpi dan alam bawah sadar adalah sumber inspirasi utama karya-karya beraliran surealisme. Namun, kerap penulis juga menyisipkan kritik sosial dalam karya surealismenya, dengan menganalogikan setting ataupun plot dan tokoh cerita dengan sesuatu yang tidak realistis. Ini menjadi sebuah sindiran halus bagi tokoh yang dikritisi.
Aliran surealisme lahir pertama kali di Paris sekitar tahun 1924 saat penulis Perancis bernama Andre Breton menulis manifesto pertama surealis yang disusul dengan dua manifesto lainnya pada tahun 1930 dan 1942.  Lalu gerakan baru itu berkembang luas hingga ke seluruh Eropa dan Amerika. Pada perkembangannya, para surealis di negara-negara Eropa dan Amerika sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, seorang pendiri psikoanalisis dari Austria. Di Indonesia sendiri aliran surealisme ini diawali dengan lahirnya sebuah cerpen berjudul ‘Godlob’ karya Danarto pada tahun 1967.  Lalu perkembangan aliran ini semakin pesat dengan bermunculannya cerpen-cerpen beraliran sejenis. Sebut saja Agus Noor dan Eka Kurniawan, dua cerpenis senior yang getol menciptakan cerpen-cerpen surealis yang banyak diminati pembaca masa kini.
Hoppipolla mencoba menyuguhkan sajian tulisan dalam bentuk kumpulan cerita pendek bergenre surealis. Buku ini terdiri dari 12 cerpen yang merupakan para pemenang Cerpen of the Month selama tahun 2013, yang diadakan grup kepenulisan ternama ‘Untuk Sahabat’. Nama ‘Hoppipolla’ diambil dari judul cerpen yang menjadi karya terbaik pilihan juri. Cerpen ini ditulis oleh Dedek Fidelis Sinabutar, penulis muda kelahiran tahun 1992 asal Rantauprapat. Cerita yang Dedek tulis sangat menarik, yaitu tentang seorang lelaki yang ditinggal mati pacarnya, dan sering mengalami mimpi aneh: bertemu dengan ikan mas koki raksasa yang bias bicara. Pun di dunia nyata ia juga sering melihat ikan tersebut, bahkan mereka berkomunikasi layaknya manusia. Ikan mas koki itulah yang membuat laki-laki patah semangat itu bangkit kembali dari keterpurukan.
Secara umum, gaya bahasa dalam kumcer ini relatif senada: sastra dan baku. Sepertinya para penulis tidak ingin menodai kesakralan makna surealisme yang menjadi benang merah buku ini. Apalagi di dalam Hoppipolla terdapat juga penulis kawakan sekelas Zhaenal Fanani dan Sutanto Ari Wibowo yang sudah menerbitkan banyak sekali novel yang laris di pasaran. Belum lagi jacob Julian dan Sandza yang sering menang lomba, serta penulis-penulis lain yang karyanya sering muncul di media.
Anda akan tercengang dan merasakan sensasi menegangkan di setiap akhir cerpen. Dalam sebuah cerpen berjudul 'Karnaval Cinta' karya Zhaenal Fanani, Anda akan bertemu dengan seorang lelaki yang dianggap gila, tetapi tiba-tiba menghilang dan berada di tempat lain. Anda akan menikmati akhir cerita yang menegangkan dalam 'Tumbal' Dedul Faithful, dan 'Watu Loreng' M. Hasbi AS. Atau akhir cerita dengan mata terbelalak setelah membaca 'Sang Pelopor' Sutanto Ari Wibowo, 'Tangan Penyembuh' karya Marlina, 'Mimbar Tua Baiturrahim'-nya Enik Iis, dan 'Tembok Kutukan' goresan tangan Marlyn Christ. Belum lagi karya lain yang juga mengagumkan, yaitu : 'Selendang Ungu Negeri Trawang Jagat' karya Anung D'Lizta, 'Beruang di Mimpiku' Jacob Julian dan 'Syahrah Tujuh Ruh dalam Raga yang Satu'-nya Eni NN, serta 'Titisan Khidir' dari Sandza.
Dua belas cerpen dalam Hoppipolla yang sangat memesona ini bisa jadi sebagai pembuka karya-karya surealis dari penulis-penulis muda lainnya. Dedek dan penulis lainnya mampu menggedor tabir mimpi, dan mengurai mitos menjadi sebuah cerita yang lebih irasional. Kesunyian dan kegelapan yang absurd menjadi demikian indah dalam rangkaian kata penuh makna. Kesepian adalah sumber segala hal yang bersifat surealis bermula. Namun menurut Dedek : Kesepian dan kesunyian adalah dua hal berbeda. Ketika kau tak menikmatinya, ia bernama kesepian. Ketika kau menikmatinya, ia bernama kesunyian (halaman 4).
Pak Danarto, maha guru cerpenis surealis pasti bangga, karena selain Agus Noor, Eka Kurniawan, Sunlita Citra Tanggyono, dan beberapa penulis surealisme kondang lainnya, akan lahir banyak sekali penulis-penulis yang beraliran surealisme berkualitas berikutnya.

*











Kamis, 20 Februari 2014

Review Novel : Cinta Tak Mendendam


Menohok dengan Kisah Cinta Romantis

Judul               :           Cinta Tak Mendendam (Dicintainya … seakan semuanya baik-baik saja)

Penulis             :           Petra Shandi
Tebal               :           381 halaman
Penerbit           :           Zettu (Januari 2014)

Siapa pun tidak akan merasa tenang jika menyimpan rasa bersalah dalam hidupnya. Begitupun dengan Amree. Laki-laki ini terlalu baik untuk menyembunyikan apa yang sudah ia lakukan sepuluh tahun lalu. Menabrak hingga tewas seorang lelaki berkeluarga. Meskipun ayah dan neneknya berhasil menutup kasus tersebut, namun Amree belum bisa memaafkan dirinya. Amree juga tidak bisa menerima pencalonan dirinya sebagai penerus bisnis perusahaan raksasa milik ayahnya. Ia tak ingin mengelola perusahaan yang ternyata memiliki banyak  kebobrokan di dalamnya.
Takdir, mempertemukan Amree dengan Winda, anak dari laki-laki yang ia renggut nyawanya. Amree pun jatuh cinta. Semua berjalan lancar, sampai Marwan, laki-laki yang menjadi saksi tabrakan dan mendapatkan suap dari Hadi Prabowo, ayah Amree, membuka tabir itu. Ia memberitahukan kebenaran yang selama ini ditutupnya rapat-rapat. Akibatnya, Winda yang telah memendam dendam sepuluh tahun lamanya murka. Ia membenci Amree, laki-laki yang dicintainya.
Namun cinta tak pernah mampu menahan dendam sebesar gunung sekalipun. Hati Winda luluh dengan kesungguhan Amree untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Selepas mendekam di balik jeruji, hubungan Amree dan Winda membaik. Dan di akhir cerita, kebahagiaan menjadi milik mereka berdua.
Berbicara soal cinta, takkan pernah ada habisnya. Realita menunjukkan bahwa cinta mampu membutakan segalanya. Cinta mampu merubah kesumat menjadi rindu. Cinta meluluhkan angkara murka dan rasa benci karena kesuciannya. Cerita cinta selalu melahirkan sebuah romantika dan drama yang menyentuh.
Tidak banyak penulis laki-laki yang bisa meramu drama melankolis menjadi sebuah cerita yang menarik. Petra Shandi adalah salah seorang diantaranya. Ia pandai menjalin kata untuk menggambarkan suasana hati para tokoh yang diciptakannya. Petra bukan saja berhasil membuat pembaca puas dengan akhir cerita yang bahagia, tetapi juga memberikan solusi pada setiap konflik yang disuguhkan. Cinta tak Mendendam menjadi bagian dari sedikit novel romantis yang mengangkat cinta dari kelamnya kebencian tanpa harus mengeksploitasi rasa bersalah dan 'mengasihani' seseorang sebagai motif lahirnya.
Seperti juga karya-karya Petra Shandi lainnya, novel ini terasa ringan meskipun banyak konflik yang dimunculkan. Bahasa yang digunakan mengalir dengan majas dan analogi yang tidak  berlebihan. Puisi-puisi romantis dan kutipan-kutipan yang Petra ciptakan sangat relevan dengan jalan cerita.  Perasaan pembaca diaduk-aduk gregetan karenanya.
Novel ini layak untuk dijadikan sebuah film layar lebar karena sejak awal gambaran tokoh-tokoh dan setting cerita terasa tervisualisasi dengan baik melalui pemilihan diksi yang mudah dicerna. Wah, kalian harus menjadikan novel ini sebagai bagian koleksi novel romantis di rak buku kalian, ya. Selamat membaca!

*
Di-review oleh : Kamiluddin Azis (novelis, penikmat sastra)
Bias dihubungi melalui kamiluddinazis@gmail.com atau 083829021076

Sabtu, 01 Februari 2014

Di Dekatmu

Ada Senyuman Paling Indah di Sana
Kamiluddin Azis
PING!!!
Terbit Januari 2014
Harga Rp. 40.000,-

Sinopsis :

Di tengah-tengah pelaksanaan proyek penting, Deryan memutuskan untuk cuti. Andika, sahabat Deryan, dan Lify, cewek yang ditaksir Deryan, jadi kalang kabut dan super sibuk dengan limpahan tugas yang seharusnya Deryan kerjakan.

Bimo naik darah mengetahui sang istri selingkuh. Tanpa mau mendengar penjelasan Rulita, ia memuntahkan peluru pistolnya.. Beruntung, Rulita dapat meloloskan diri. Ia terus berlari, tak tentu arah.

Sementara, Deryan yang masih bingung mau berlibur ke mana, malah tidak sengaja menabrak Rulita. Peristiwa itu membuat Deryan berubah total. Rulita yang sedang melarikan diri dari suaminya melibatkan Deryan pada serangkaian aksi kejar-mengejar antara dirinya dan antek-antek Bimo.



Kalian pasti penasaran : kenapa Deryan tiba-tiba mengambil cuti? Siapa itu Rulita dan Bimo serta bagaimana liku kehidupan rumah tangga mereka? Bagiamana dengan Lify dan Andika, apakah mereka tahu apa yang terjadi dengan Deryan, lalu apa yang mereka lakukan selanjutnya?
Makanya, buruan beli novelnya. Bisa diperoleh di toko buku Gramedia, Trisera, Gunung Agung, Rumah Buku, atau toko buku lainnya di kotamu, juga di Book OL Shop kepercayaan kalian, seperti www.bukukita.com www.bukabuku.com www.uranusbooks.com dll.

Atau pesan langsung ke penulisnya juga boleh. sms aja ke 083829021076