Rabu, 27 Februari 2013

Cuplikan Cerpen 'Sesak Rindu Membisu' dalam Surat Kecil untuk Ibu'





Sesak Rindu Membisu
Kamiluddin Azis

Nimas mengelus perutnya yang kian hari terasa keras dan membesar. Sesekali ia meringis menahan sakit yang selalu muncul tak terduga. Mukanya berubah pucat jika tiba-tiba sesuatu seolah menohok dan memelintir dari dalam organ perutnya. Kalau sudah begitu, perempuan tiga puluhtahunan itu hanya bisa menahannya sambil terus berdoa.
            “Terasa lagi, Bu?” dengan cemas Radi, suami Nimas menghampiri istrinya sambil membawakan segelas air putih.
            Nimas mengangguk dengan raut kesakitan.
            “Besok kita ke dokter Dian lagi ya, Bu.” Lalu ia menuntun istrinya menuju kamar,  yang di sana sudah terbaring Aga, anak pertama mereka yang baru berusia empat tahun.
            Sudah dua bulan terakhir ini Nimas divonis terkena penyakit hepatitis C. Mungkin sebenarnya Nimas sudah terinfeksi virus ini sejak lama, tetapi karena kesibukannya bekerja, kerapkali ia tidak merasakan adanya hal aneh dalam tubuhnya. Baru pada suatu malam saat badannya demam tinggi, ulu hatinya terasa sangat sakit.
            Keesokan harinya Radi membawa Nimas berobat ke spesialis penyakit dalam di luar kota. Dan sejak saat itulah Nimas mulai merasakan berbagai keluhan sakit di sekujur tubuhnya.
            “Istri Anda sudah hampir terkena sirosis. Jika dibiarkan terlalu lama, pengerasan hati ini bisa memicu kanker,” ucap dokter Dani sambil memberikan resep dan melanjutkan dengan wejangan agar Nimas mengikuti jadwal pengobatannya secara berkala.           
            Radi terkulai lemas mendengar penjelasan dokter Dani. Ia tahu betul betapa berbahayanya penyakit yang diderita Nimas. Ayah dan Kakak perempuan Nimas juga meninggal karena penyakit yang hampir sama. Tapi Radi berjanji akan memperjuangkan kesembuhan istrinya. Demi cintanya pada Nimas. Juga pada Aga.
            “Ibu harus kuat,” bisik Radi. Seulas senyum menenangkan hati Nimas.
            “Kalau nanti Ibu sembuh, jadi ya, Yah, bulan depan kita pesta khitan Aga. Ibu ingin kita didandani seperti pengantin,” balas Nimas sambil membayangkan dirinya duduk di pelaminan bersama suami dan anaknya. Saat menikah dulu, mereka memang tidak mengadakan resepsi pernikahan seperti kebanyakan pasangan pengantin baru lainnya. Tetapi, kalaupun saat itu mereka memiliki cukup biaya, tentu Nimas akan menggunakan uang itu untuk biaya kuliahnya, agar ia bisa segera diangkat menjadi PNS. Lebih dari sepuluh tahun mengabdikan diri sebagai guru honor tidak lantas membuat Nimas dipertimbangkan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Meski begitu, Nimas tetap bekerja dengan sungguh-sungguh, mengabdikan diri pada dunia pendidikan dan anak-anak. Dan prestasi kerjanya selama ini sangat mengagumkan pihak sekolah, dan orangtua murid.
            Hari berjalan sangat lambat, merangkak minggu demi minggu hingga bulan pun berganti dengan enggan. Penyakit Nimas semakin menjadi. Derita yang dirasakan Nimas sudah memengaruhi emosi dan semangat hidupnya. Silih berganti sahabat, rekan kerja, handai taulan, bahkan murid-murid dan orangtuanya menengok dan memberikan semangat pada Nimas. Tetapi itu tidak membuat Nimas semakin membaik. Tidak banyak makanan yang bisa masuk dan dicerna menjadi tenaga. Semuanya keluar lagi dalam bentuk yang berbeda. Kondisi kesehatan Nimas semakin memburuk.
            Semua usaha telah dikerahkan untuk kesembuhan Nimas. Selain berobat ke dokter Dani, Nimas juga dibantu terapi herbal dan alternative. Radi,  Mama Nimas juga kakak dan adik-adik Nimas tidak henti-henti berdoa. Begitupun dengan Neneknya. Pada suatu malam, sepulang berobat dari dokter Dani, Nimas terlihat sehat, bahkan ia berceloteh tentang rencana pesta khitan Aga dan baju pengantin yang akan ia kenakan nanti. Tentang dekorasi gedung, makanan, juga hiburan. Semua menanggapinya dengan antusias. Tetapi selang beberapa jam ia kembali mengeluhkan sakit di perutnya. Bahkan mukanya berubah pucat dan sangat mengkhawatirkan. Radi langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.
            Di sebuah rumah sakit umum, Nimas mendapat perawatan intensif dari dokter senior.
            “Yang kuat ya, Bu, nanti kan kita akan mengadakan syukuran khitan Aga, juga mengusahakan pengangkatan Ibu jadi PNS. Ibu mau kan?” Radi menggenggam tangan Nimas yang terkulai lemah. Diperhatikannya alat deteksi jantung di samping brankar Nimas yang bergerak ritmik.
            Dengan sisa tenaganya Nimas mengangguk sambil mengulas senyum. Gerak bibirnya memanggil Aga dan mamanya.
            “Ini Mama, Nimas. Nimas pasti sembuh kok. Besok Mama ajak Aga ke sini ya,” derai air berguguran di pipi Mama Nimas. Ia tak bisa menyembunyikan kesedihan dan rasa takut di hatinya. Nimas pasti sedang sangat kesakitan sekarang, dan mama mana yang tidak ikut merasakan penderitaan anaknya.
            Nimas tersenyum. Setitik air yang semula menggenang di pelupuk matanya, kini luruh perlahan. Mata teduhnya begitu damai menatap suami dan mama tercintanya berdiri di hadapannya. Kepalanya dengan lembut terkulai ke arah kanan. Napasnya terlepas dalam sekali hentakan. Denyut nadinya berhenti bersamaan dengan alat detak jantungnya yang membentuk satu garis lurus.
            “Nimaaaaassss,” pekik Radi yang disusul jerit Mama Nimas. Radi memeluk dan mengguncang tubuh Nimas yang sudah terbujur kaku. Derai air mata tak mampu lagi dibendungnya. Tumpah semua bersama kesedihan dan perasaan kehilangan. Separuh jiwanya seolah lepas, mengantar kepergian Nimas, istri tercintanya. Tubuh Radi nyaris ambruk dalam pelukan Nimas kalau saja dokter dan perawat tidak segera datang dan menenangkannya.
            Mama mencium kening Nimas dengan perasaan teramat perih. Ini adalah kehilangan yang ketiga kalinya setelah suami dan anak keduanya meninggal di rumah sakit yang sama. Kepergian Nimas membuatnya sangat terpukul, apalagi ia memiliki Aga, cucunya yang masih sangat kecil dan memerlukan perhatian ibunya.
*


Baca kelanjutan kisahnya dalam buku Kumcer Surat Kecil untuk Ibu' yang bisa dibeli di Deka Publisher
beserta cerita-cerita lainnya yang sangat menyentuh.
Membeli buku ini sekalian mengisi kesempatan beramal karena royalti akan disumbangkan pada keluarga penderita gagal ginjal.
Ada 6 judul paket buku dalam Here After Saving part II, silakan dicek di sini

 

2 komentar:

  1. Kak Amink cerita almarhum teh Ipung Banget...

    BalasHapus
  2. Iya, kisah ini saya dedikasikan untuk almarhumah...

    BalasHapus