Dengan balutan
baju berwarna coklat muda dan krem (apa broken white ya #samarwarna) buku
setebal 192 halaman ini mampu menyihir. Saya pun tak sabar untuk melumatnya.
Namun seperti
kata si Penjaja Cerita Cinta dalam pengantarnya, jangan buru-buru menyimpulkan
apa pun sebelum kita usai membaca seluruh isinya. Ya, ya… karenanya disela
kesibukan (yang dibuat tampak sok sibuk), saya melahap kumpulan cerpen ini
hingga tandas, dalam waktu… hemh… lebih dari 1 minggu (saya memang pembaca yang
lelet, maklum, biasa serba mencicil, jadi habit itu kebawa ke aktivitas membaca
juga).
Well, membaca
#PenjajaCeritaCinta, saya tergiring untuk mengenal sosok sang penulis yang
sejauh ini saya kenal luarnya saja, lebih jauh lagi. Ternyata laki-laki yang
lahir di Lalangon Sumenep ini jika diibaratkan buah, dari kulit luarnya yang indah
mengkilat sudah tercium harum yang menggoda. Dan setelah dikupas wangi itu
semakin menggetarkan (hehe… agak lebay ya, tapi untuk pembuktiannya, sepertinya
memang harus konfirmasi ke Mama Diva dulu sih…) Laki-laki yang sedang
menyelesaikan pendidikan S3 ini sangat dermawan. Saya mendapat banyak
sekali bocoran tentang kebaikan-kebaikan beliau, selain memang terbukti melalui
tindakan nyata, salah satunya ialah dengan #AksiSejutaBukuGratisTamanBacaanyang baru-baru ini beliau launching.
Super duper, luar biasa kalau menurut saya mah! Jarang sekali seorang CEO
sebuah penerbitan besar mau terjun langsung membidik pembaca yang benar-benar
membutuhkan bahan bacaan berkualitas, TANPA PAMRIH. Apalagi mencari keuntungan!
Lha kenapa jadi
bahas pribadi si penulis ya, la wong niatnya juga mbahas bukune, maksudnya
bukunya yang berjudul Penjaja Cerita Cinta itu tadi.
Ok, ok… saya
mulai ya review yang bukan review ini.
Pertama, yang
ingin saya sampaikan ialah lagi-lagi rasa kagum saya terhadap penulis yang
bukan saja piawai merangkai kata dengan diksi pas menggigit, makjleb menyindir
dan beu… bikin napas sesak karena sedih dan haru, tetapi juga pandai berdakwah
tanpa terkesan menceramahi atau menggurui. Pesan moral yang tersembunyi terasa
kental di hampir semua cerita yang disuguhkan dalam kumcer ini. Lima belas cerpen ini benar-benar merupakan
Cerita Beribu Rasa dengan Ragam Teknik Bercerita yang tidak saja unik dan tak
terduga, tetapi juga sangat inspiratif. Terlebih di akhir buku penulis memberikan
tips menulis yang tidak pernah dibagi penulis lain.Bahkan tidak sungkan membuka
diskusi dan menjawab pertanyaan calon-calon penulis yang masih dalam tahap belajar
melalui kicauannya di twitter.
Kedua, saya
penasaran bagaimana cerpen-cerpen dalam PCC ini terasa hidup dan sepertinya
tidak asing dengan fenomena yang ada di sekitar. Tokoh-tokohnya seperti satu
sisi lain dalam diri saya, atau teman saya, atau orang yang pernah saya kenal.
Apalagi penulis mengaku beberapa diantara cerpen ini ditulisnya dalam sekali
duduk. Atau justru berhari-hari hingga menguras emosi jiwanya. Heuheu… Terasa
betul beberapa diantara cerpen PCC (selain cerpen utamanya Penjaja Cerita Cinta
itu sendiri yang memang yahud, gilak, panas, berontak, kelonjotan) sarat akan pesan moral dan sindiran sosial (eh, ada nggak ya yang
begitu, atau hanya perasaan saya saja? Hehe)
Ketiga, haduh… di
beberapa cerpen, saya harus banyak minum atau mengalihkan perhatian ke hal-hal
lain dulu (supaya tidak tersedot terlalu dalam ke dalam jalan cerita). Saya
juga bolak-balik toilet karena sering kebelet pipis (ya ealah, kan tadi banyak
minum…)
Lha Kenapa
emangnya?
Ya, kalau pengin
tahu kenapa, ya sudah buruan beli bukunya terus baca deh hingga tuntas.
Bisa beli di Gramedia, Togamas, atau pesan ke penerbit langsung juga bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar