Selasa, 15 Januari 2013

Sahabat Awan - Ultah Novela Nian



Sahabat Awan
Kamiluddin Azis


Kulihat awan seputih kapas ... Arak berarak di langit luas ... Andai kudapat kesana terbang... Akan kuraih kubawa pulang ...

Hingga saat ini lagu itu masih sering kunyanyikan. Syairnya yang indah selalu mampu membuaiku pada mimpi-mimpi yang kugantung tinggi di angkasa. Mimpi-mimpi yang kurajut bersama Nia, yang lalu kandas karena kecelakaan itu telah merenggut sebagian harapan terbesar kami. Kecelakaan yang terjadi karena kebodohanku sendiri.
Langit membias warna biru muda dengan gradasi putih dan abu-abu. Semilir angin mengayun anak-anak awan menjauh dari induknya, membentuk sekawanan kapas putih yang menggantung ragu. Matahari tanpa ampun menjilati punggung-punggung awan itu hingga lumat lalu lenyap, membaur bersama  atmosfer yang dingin. Bersiap tumpah menyambut musim penghujan yang baru.
Andai kumampu, akan kupetik awan itu dan kupersembahkan untuk Nia. Gadis itu mungkin masih memiliki mimpi yang sama seperti yang sering ia teriakkan saat Ibu Guru kami tercinta bertanya tentang apa cita-cita kami. Nia ingin sekali terbang ke angkasa, melintasi awan-awan putih itu dan tersenyum bangga karena ternyata seorang anak tak mampu seperti kami pun bisa mencapainya.
           “Kalau begitu aku harus jadi pilotnya, supaya kita bisa selalu bersama,” ucapku saat Nia mengutarakan cita-citanya untuk menjadi pramugari.
“Kita bisa terbang dan keliling dunia setiap hari. Asyik kali ya, Zis...” timpal Nia dengan antusias. Kami semakin bersemangat belajar dan mencetak nilai-nilai sempurna agar kami bisa mencapai cita-cita kami bersama.
Di akhir musim kemarau biasanya aku dan Nia menghabiskan siang di atas rumput yang dinaungi pohon-pohon besar di sebuah bukit tidak jauh dari yayasan tempat tinggal kami. Kami menatap arak-arakan awan itu sambil berceloteh tentang mimpi-mimpi yang ingin kami raih. Mimpi-mimpi anak-anak panti asuhan untuk bisa hidup layak, memiliki orangtua dan masa depan yang cerah. Mimpi yang sangat mahal yang mungkin hanya bisa diraih oleh mereka yang sangat beruntung. Hingga senja merangkak dan mengubah anak-anak awan itu menjadi jingga keemasan, aku dan Nia masih sibuk merajut asa. 

*
 Kisah selanjutnya bisa dibaca dalam buku A Moment To Feel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar