Kamis, 27 September 2012

Jurus Baru : Menendang Koruptor


Kamiluddin Azis

Rafa dan Nafa adalah sepasang anak kembar yang sekolah di SD yang sama, yaitu SD Mandiri. Mereka sekarang sudah duduk di bangku  kelas V. Meskipun kembar, sifat Rafa dan Nafa agak berbeda. Karena Rafa anak laki-laki, ia suka bermain jauh dari rumah, cenderung galak, dan suka menjahili temannya. Rafa juga kadang suka berbohong pada Ibu. Berbeda dengan Nafa, karena ia perempuan, Nafa lebih senang main di rumah. Nafa juga anak yang penyayang kepada sesama teman, rajin belajar dan suka membantu Ibu.
            Sepulang sekolah Rafa menarik tangan Nafa supaya bisa berjalan lebih cepat. Hari itu ia akan membeli bola baru karena bola lamanya hanyut di kali  saat bermain di lapangan pinggir kali kemarin sore. Ibu sudah memberinya uang jajan lebih untuk membeli bola baru.
            “Ayo dong, Na…” teriak Rafa sambil menarik-narik tangan Nafa. “Tokonya keburu penuh, nanti pulangnya kesiangan,” lanjut Rafa tidak sabar. Mereka akan pergi ke toko mainan Koh Acun yang terkenal murah itu.
            “Iya, Kak…” Nafa mengimbangi langkah Rafa. “Emang kenapa harus beli bola di Toko Koh Acun sih, Kak? Di toko lain juga kan banyak,” lanjut Nafa.
            “Di sana tuh bolanya bagus-bagus,” jawab Rafa.
            “Bagus-bagus atau murah-murah, kak?” Tanya Nafa lagi sambil tersenyum.
            “Ya, dua-duanya… ayo!” Rafa mempercepat langkahnya.
            “Ibu ngasih uang berapa, Kak? Kalau ada lebih, beliin Nafa boneka ya, Kak!”
            “Uangnya pas-pasan.” Jawab Rafa dengan cepat.
            Sesampainya di toko Koh Acun, benar saja tokonya sedang dipenuhi pembeli. Rafa dan Nafa menyelinap diantara para pembeli yang sedang memilih-milih barang. Mereka langsung menuju box tempat bola berbagai ukuran dipajang. Setelah memilih-milih bola mana yang bagus dan melihat-lihat label harganya, Rafa memutuskan untuk membeli bola karet berukuran besar. Ia membayangkan dirinya beratraksi menendang bola tinggi-tinggi seperti si Madun. Teman-teman pasti iri melihat bola bliter barunya.
            “Ada lebihnya gak, Kak, Nafa pengen beli boneka  shaun the sheep ini. Murah kok,” pinta Nafa sambil memeluk boneka kambing kecil yang sedang menggigit dot.
            “Uangnya pas-pasan, Nafa…” jawab Rafa sambil bergegas menuju kassa.
            Koh Acun tersenyum menerima uang berwarna biru dari tangan Rafa. Setelah memasukkan angka-angka ke mesin kasirnya, mesin itu terbuka dan suara printer berbunyi.  Koh Acun memberikan kembalian uang kepada Rafa, sambil tetap tersenyum ramah, “Discount buat penggemar Tendangan si Madun,” ucapnya.
            Melihat Rafa menerima uang kembalian, wajah Nafa langsung cemberut. “Kakak bohong! Awas kalau uangnya ngga dibalikin ke Ibu!” Ucapnya ketus.
            Rafa tidak memedulikan sikap saudara kembarnya yang kecewa karena tidak jadi membeli boneka pilihannya. Ia berlari-lari kecil di atas trotoar jalan, lalu berbelok menuju gang rumahnya. Sedangkan Nafa berjalan gontai jauh di belakangnya.
*
            Sore hari, saat semua anggota keluarga berkumpul, Ibu menyuguhkan teh hangat untuk Ayah yang sedang asyik membaca majalah kesehatan. Kue-kue sudah lebih dulu diletakkan di atas meja. Nafa sedang sibuk mengerjakan PR matematika, sedangkan Rafa baru selesai mandi dan dengan malas membawa buku PRnya.
            “Rafa jadi beli bola baru?” tanya Ayah sambil menyeruput tehnya.
            “Jadi, Yah,” jawab Rafa sambil mendelik ke arah Nafa. Nafa menjulurkan lidahnya dengan sebal.
            “Uangnya ada kembalian kan?” timpal Ibu.
            “Pas kok, Bu. Harganya memang segitu,” jawab Rafa  sambil mencomot biskuit dan mengunyahnya.
            “Loh, kan di toko Koh Acun suka dapat discount. Kirain Ibu ada kembaliannya…” lanjut Ibu.
            “Memang ada kembaliannya, Bu. Koh Acun memang ngasih discount kok, Bu. Udah gitu harga bolanya juga murah,” potong Nafa membuat Rafa mendadak kesedak. Nafa merasa puas bisa mengatakan hal ini kepada Ibu. Ia sebal bukan karena gagal mendapatkan boneka shaun the sheep itu, tapi ia tidak suka kalau Rafa berbohong dan tidak menyerahkan uang kembalian itu kepada Ibu.
            “Loh, tadi kata Rafa…”
            “Kakak bohong. Kecil-kecil sudah jadi koruptor!” Nafa teringat saat Bu Guru menjelaskan bahwa tindakan seperti itu dinamakan korupsi. Dan orang yang melakukannya disebut koruptor. Di negara kita banyak sekali koruptor yang mengeruk uang rakyat. Menghambur-hamburkannya untuk kepentingan pribadi. Korupsi itu merugikan banyak orang. Karenanya korupsi termasuk perbuatan dosa dan terlarang. Kalau terbukti melakukan korupsi, para koruptor itu akan dimasukkan kedalam penjara. Nafa bergidik begitu mendengar kata penjara. Ia tidak ingin saodara kembarnya masuk penjara gara-gara mengorupsi uang yang diberikan Ibu untuk membeli bola.
            “Benar, Rafa  uangnya lebih?” Ayah menatap Rafa yang kini tertunduk malu. Rafa mengangguk. Ayah geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak lelakinya itu. “Rafa, apa yang Rafa lakukan itu tidak baik. Kalau harga bolanya itu lebih murah dari perkiraan Ibu, Rafa kembalikan kepada Ibu sisa uangnya. Kalau engga, rafa bisa minta izin dulu sama Ibu. Mengatakan kalau uangnya pas itu sama artinya dengan Rafa mengorupsi uang pemberian Ibu. Ayah ngga mau punya anak koruptor.”
            “Rafa tahu kan kalau di televisi suka ditayangkan para koruptor yang diburu oleh polisi? Itu karena mereka sudah mencuri uang rakyat. Mengatakan biaya pembuatan kantornya sekian ratus milyar, padahal kenyataannya tidak sebesar itu. Amit-amit deh kalau sampai ada koruptor di rumah ini,” tambah Ibu.
            Rafa semakin tertunduk. Air mata menetes di pipinya. Ia merasa sangat bersalah sudah membohongi Ibu dan Ayahnya. Ia tidak mau dikatakan sebagai seorang koruptor. Nafa merasa kasihan kepada Kakak kembarnya. Semua ini Nafa lakukan bukan karena ia suka mengadu, melainkan demi kebaikan Rafa juga.
*
            “Kak, maafin Nafa, ya,” ucap Nafa saat ia dan Rafa berjalan beriringan sepulang sekolah.
            “Iya, Kakak juga minta maaf, ya. Nafa ngga salah kok. Malah Kakak yang salah ngga dengerin apa kata Nafa kemarin. Kakak ngga ngasi contoh yang baik.” Rafa tersenyum sambil menarik tangan adiknya. “Sekarang ikut Kakak, ya!”
            “Ke mana, Kak?” teriak Nafa sambil ikut berlari karena pegangan tangan Rafa yang kuat.
            Rupanya Rafa membawa Nafa ke toko Koh Acun. Lalu ia masuk ke dalam toko dan langsung mengambil sebuah boneka kambing yang lucu. “Yang ini, kan?” tanyanya sambil mengacungkan boneka itu ke arah Nafa?” Lalu Rafa bergegas menuju kassa.
            Nafa mengangguk. “Tapi, Kak…”
            “Sudah tenang aja, Kakak nggak korupsi kok. Kakak sudah bilang sama Ibu kalau kembalian uangnya mau dibelikan boneka shaun the sheep buat Nafa.”
            Nafa tersenyum senang, ”Iya, Kak?” ucapnya tak percaya.
            “Iya Kakak ngga bohong. Tapi nanti sore lihat Kakak latihan bola di lapangan, ya,”  jawab Rafa.
            “Emangnya kenapa, Kak?” Nafa mengernyitkan dahinya.
            “Kakak mau menunjukkan jurus tendangan baru.”
            “Jurus baru?” tanya Nafa penasaran.
            “Iya… Menendang Koruptor…”  Jawab Rafa sambil berlagak menendang bola.
            Keduanya lalu tertawa bersama-sama sambil berjalan pulang menuju rumah mereka. *end*           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar