Pernah Disinyalir Simpatisan Kaum Kiri
EMPAT BELAS
Desember tahun 2006, nama Toko Buku Ultimus Bandung banyak
diperbincangkan orang. Hal itu terjadi setelah 11 pengelola took buku
itu diamankan polisi karena disinyalir sebagai simpatisan golongan kiri.
Namun bukti tidak ditemukan dan pengelola Ultimus dilepas pihak
berwajib. Kini aktivitas gudang buku itu tetap eksis dan menjadi rujukan
para penikmat buku humaniora di Bandung.
Sangdenay (34), pengelola Ultimus Bandung, yang saat ini terletak di Jalan Rangkasbitung No 2A, Bandung,
Kamis (21/10) mengatakan, Ultimus saat itu sering dijadikan tempat
untuk diskusi hingga menjadi sebuah ruang public. “Saat itu kami
mengadakan diskusi Gerakan Marxisme Internasional yang diadakan di
Lengkong Besar yang terbuka untuk umum. Baru dua puluh menit acara
diskusi berjalan, mendadak ada ormas yang masuk. Sebelas orang langsung
dibawa ke Polwiltabes,” ujarnya mengenang kejadian tersebut.
Pusat buku humaniora ini konsisten untuk membawa visi sederhana, yakni
ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Keinginan tersebut timbul karena
ingin meningkatkan minat baca masyarakat di Kota Bandung dari senua
golongan. “Kami melihat anak kuliah saja sudah kurang minat bacanya,
apalagi anak SMA,” ujarnya.
Untuk merangsang minat baca tersebut, Ultimus sering mengadakan diskusi
buku. Namun karena tempat di Rangkasbitung 2A kecil, diskusi sering
diadakan di luar. Seperti Peluncuran dan diskusi sering diadakan di
luar. Seperti Peluncuran dan Diskusi Buku Kapitalisme : Perspektif Sosio-Historis karya Dede Mulyanto (Ultimus, 2010). Kegiatan ini diselenggarakan Sabtu, 16 Oktober 2010, pukul 15.00 WIB di Gedung Indonesia Menggugat, Jl Perintis Kemerdekaan No 5, Bandung.
Ultimus juga membuka perpustakaan untuk umum yang banyak mengoleksi
buku-buku memoir, puisi, cerpen, dan humaniora. Untuk lebih memfokuskan
kegiatan, Ultimus membuat divisi penerbitan dan membuka kesempatan bagi
penulis buku untuk berkarya. Hingga saat ini sudah ada ribuan judul
koleksi yang ada di Ultimus. Sekitar 40 judul buku secara resmi
diterbitkan oleh Ultimus.
Jejak Pertama
Menelusur jejak Ultimus tak bisa dilepaskan dengan sejarah pendirian
Ultimus periode 2004. Saat itu Ultimus didirikan di Karapitan 127 yang
diprakarsai antara lain oleh Bilven. Mengingat tempat di Karapitan
kecil, Ultimus melebarkan sayap dengan pindah ke Lengkong Besar 127.
Untuk diketahui saja, hamper semua perintis dan pemrakarsa Ultimus merupakan lulusan Sekolah Tinggi Telkom. Para
lulusan ini sebelumnya mengelola perpustakaan kampus hingga membuat
perpustakaan pribadi di kampus tersebut. Sebagian hasil dari took buku
ini disisihkan untuk kegiatan komunitas, dan memfasilitasi berbagai
kegiatan sosial lainnya.
“Kami ingin merangkul semua kalangan untuk gemar membaca buku, demi
visi sederhana kami, yakni turur mencerdaskan bangsa,” ujar Sangdenay.
Buku-buku yang pertama kali dikoleksi Ultimus merupakan kumpulan milik
rekan-rekan Bilven yang mempunyai hobi membaca. Dari kegemaran yang sama
mereka akhirnya berhasil mengumpulkan 500 buku dan mendirikan
Perpustaaan Sang Pemula. (fam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar