Kamis, 20 Januari 2011

ULTIMUS PUSAT BUKU HUMANIORA DI BANDUNG


Pernah Disinyalir Simpatisan Kaum Kiri

EMPAT BELAS Desember tahun 2006, nama Toko Buku Ultimus Bandung banyak diperbincangkan orang. Hal itu terjadi setelah 11 pengelola took buku itu diamankan polisi karena disinyalir sebagai simpatisan golongan kiri. Namun bukti tidak ditemukan dan pengelola Ultimus dilepas pihak berwajib. Kini aktivitas gudang buku itu tetap eksis dan menjadi rujukan para penikmat buku humaniora di Bandung.
            Sangdenay (34), pengelola Ultimus Bandung, yang saat ini terletak di Jalan Rangkasbitung No 2A, Bandung, Kamis (21/10) mengatakan, Ultimus saat itu sering dijadikan tempat untuk diskusi hingga menjadi sebuah ruang public. “Saat itu kami mengadakan diskusi Gerakan Marxisme Internasional yang diadakan di Lengkong Besar yang terbuka untuk umum. Baru dua puluh menit acara diskusi berjalan, mendadak ada ormas yang masuk. Sebelas orang langsung dibawa ke Polwiltabes,” ujarnya mengenang kejadian tersebut.
            Pusat buku humaniora ini konsisten untuk membawa visi sederhana, yakni ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Keinginan tersebut timbul karena ingin meningkatkan minat baca masyarakat di Kota Bandung dari senua golongan. “Kami melihat anak kuliah saja sudah kurang minat bacanya, apalagi anak SMA,” ujarnya.
            Untuk merangsang minat baca tersebut, Ultimus sering mengadakan diskusi buku. Namun karena tempat di Rangkasbitung 2A kecil, diskusi sering diadakan di luar. Seperti Peluncuran dan diskusi sering diadakan di luar. Seperti Peluncuran dan Diskusi Buku Kapitalisme : Perspektif Sosio-Historis karya Dede Mulyanto (Ultimus, 2010). Kegiatan ini diselenggarakan Sabtu, 16 Oktober 2010, pukul 15.00 WIB di Gedung Indonesia Menggugat, Jl Perintis Kemerdekaan No 5, Bandung.
            Ultimus juga membuka perpustakaan untuk umum yang banyak mengoleksi buku-buku memoir, puisi, cerpen, dan humaniora. Untuk lebih memfokuskan kegiatan, Ultimus membuat divisi penerbitan dan membuka kesempatan bagi penulis buku untuk berkarya. Hingga saat ini sudah ada ribuan judul koleksi yang ada di Ultimus. Sekitar 40 judul buku secara resmi diterbitkan oleh Ultimus.

Jejak Pertama
            Menelusur jejak Ultimus tak bisa dilepaskan dengan sejarah pendirian Ultimus periode 2004. Saat itu Ultimus didirikan di Karapitan 127 yang diprakarsai antara lain oleh Bilven. Mengingat tempat di Karapitan kecil, Ultimus melebarkan sayap dengan pindah ke Lengkong Besar 127.
            Untuk diketahui saja, hamper semua perintis dan pemrakarsa Ultimus merupakan lulusan Sekolah Tinggi Telkom. Para lulusan ini sebelumnya mengelola perpustakaan kampus hingga membuat perpustakaan pribadi di kampus tersebut. Sebagian hasil dari took buku ini disisihkan untuk kegiatan komunitas, dan memfasilitasi berbagai kegiatan sosial lainnya.
            “Kami ingin merangkul semua kalangan untuk gemar membaca buku, demi visi sederhana kami, yakni turur mencerdaskan bangsa,” ujar Sangdenay.
            Buku-buku yang pertama kali dikoleksi Ultimus merupakan kumpulan milik rekan-rekan Bilven yang mempunyai hobi membaca. Dari kegemaran yang sama mereka akhirnya berhasil mengumpulkan 500 buku dan mendirikan Perpustaaan Sang Pemula. (fam)

Disalin dari artikel yang diterbitkan di Harian Tribun Jabar, edisi 25 Oktober 2010, halaman 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar