Minggu, 22 Februari 2015

Sayuran itu Enak, kok!

“Pokoknya Rara nggak mau makan sayur!” Rara melipat tangannya sambil cemberut.
“Sayur itu bagus untuk kesehatanmu, Ra,” rayu Ibu. Disodorkannya semangkuk sup hangat ke depan Rara.
“Ayo makan, Ra, supaya tubuh kamu segar dan kuat,” tambah Adit. Ia menyeruput kuah sup ayam untuk memancing selera makan adiknya.
Namun Rara bergeming.
Daripada Rara tidak makan gara-gara dipaksa menghabiskan sayurnya, Ibu memilih membiarkannya.
*
Ibu bingung, kenapa Rara tidak suka sayur. Padahal di sekolah Bu Guru pasti sudah menjelaskan manfaat sayuran untuk tubuh kita. Banyak kandungan vitaminnya. Tapi Rara bilang perutnya mual kalau makan sayur. Katanya, rasanya aneh. Rara lebih suka tempe dan tahu yang dimasak dengan bumbu kecap.
            “Coba masak dengan variasi lain, Bu,” usul Ayah pada suatu sore.
            “Ibu sudah coba, Yah. Di-stup, dibumbu santan, pakai saus tiram, pokoknya semua resep Ibu praktekkan. Tapi Rara tetap saja nggak mau.”
            “Ya sudah, nanti Ayah bujuk lagi.” Ayah menenangkan.
            Malam itu, seperti biasa Ibu menyiapkan makan malam dengan menu lengkap. Ada ayam goreng, tempe orak-arik, dan tumis kangkung. Ayah, Adit dan Rara sudah mengelilingi meja. Aroma masakan Ibu yang lezat meruap.
            “Emh… enak banget tumis kangkungnya, Bu!” seru Adit.
            “Iya, enak sekali,” timpal Ayah. “Cobain deh, Ra.” Ayah mengambil sesendok tumisan ke piring Rara. Ibu menatapnya penasaran. Tumben, gadis kecil itu tidak menolak. Biasanya ia akan merengek, lalu mogok makan. Tapi kali ini, Rara menyuapkan sayuran itu ke mulutnya.
            Setelah selesai makan, Ibu menghampiri Ayah.
            “Dibujuk pakai apa nih, Yah, kok Rara mau makan sayur?” tanya Ibu penasaran.
            “Ada deh…,” canda Ayah, “pokoknya mulai besok Ibu boleh memasukkan sayuran ke bekelnya Rara.”
            Ibu tersenyum senang, meskipun dalam hatinya masih bertanya-tanya.
*
Keesokan harinya Ibu menambahkan sayuran ke dalam bekal makan siang Rara. Sepulang sekolah, Ibu memeriksa bekal makan Rara sudah habis. Ibu senang sekali. Rupanya bujukan Ayah Rara yang entah bagaimana caranya itu sangat manjur.
            Selama seminggu penuh Rara menghabiskan bekal makan sayurnya. Tapi anehnya, pada saat makan malam, Rara kembali menolak makan sayur. Katanya, makan sayurnya cukup siang saja. Ibu sedikit curiga. Tapi Ayah menanggapinya dengan santai.
            Pada suatu hari, Ibu harus ke sekolah Rara karena ada suatu urusan. Tanpa sengaja Ibu memergoki Rara sedang menumpahkan sesuatu dari kotak makan siangnya ke bak sampah. Yang membuat Ibu kaget, masakan Ibu yang berwarna hijau-hijau berjatuhan ke sana. Jadi, selama ini Rara tidak memakan sayuran, dan malah membuangnya?
            Ibu membicarakan kejadian itu kepada Ayah.
Sambil geleng-geleng kepala, Ayah bilang, “Padahal Rara dan Ayah sudah buat perjanjian. Kalau Rara makan sayur, Ayah akan membelikannya rumah Barbie.”
            “Sebaiknya minggu besok, kita ajak Rara ke perkebunan Kak Ratih di Cianjur.”
            Ayah setuju. Siapa tahu jika melihat perkebunan sayuran secara langsung, Rara tertarik untuk makan sayuran.
*
Tepat hari Minggu, Ayah dan Ibu mengajak Rara dan Adit bermain ke kebun milik kakaknya Ibu di Cipanas, Cianjur.
Di perbukitan kecil, Rara dan Adit berlarian dengan riang. Sejauh mata memandang, terhampar perkebunan sayur-mayur. Ada wortel, sawi, bayam, tomat, cabai dan sayuran lainnya. Kebetulan saat itu sedang panen wortel. Rara dan Adit ikut membantu mencabuti wortel dari dalam tanah.
Di kejauhan ada seorang petani yang sedang beristirahat karena kelelahan. Ia mengipasi keringatnya yang bercucuran, dengan topinya. Lalu ia berdiri dan memanggul hasil panennya dengan susah payah. Rara dan Adit memperhatikan petani tua itu.
“Kasihan ya, Pak Tani tua itu, Ra,” bisik Adit.
Rara mengangguk. Hati kecilnya merasa bersalah.
“Sudah susah payah mereka menanam sayuran, tapi masih saja ada orang yang nggak suka, dan malah membuangnya,” lanjut Adit.
Rara mendongak. Jantungnya berdebar. Apakah Adit tahu kalau Rara suka membuang sayuran bekal sekolahnya?
“Tapi Rara nggak suka sayuran, Kak,” sesal Rara. Ia pernah makan sayuran masakan Ibu, enak memang, tapi Rara belum terbiasa.
“Kalau nggak suka sih, nggak apa-apa. Tapi sayuran itu jangan dibuang-buang.” Adit teringat apa yang dilakukan Rara pada suatu siang saat ia hendak ke toilet di sekolah. Ia melihat Rara sedang membuang sayurannya ke tempat sampah. Adit tidak memberi tahu Ibu mengenai kejadian itu. Adit tak mau Ibu kecewa. Ia berencana mengingatkan Rara untuk tidak melakukan hal itu, tapi waktunya belum tepat.
Rara terdiam. Di wajahnya tergambar penyesalan yang sangat dalam. Ia bukan saja sudah membohongi Ayah dan Ibu, tapi juga tidak menghargai jerih payah Pak Tani yang sudah menanam dan merawat sayur-sayuran untuk dimakan. Ia berjanji, untuk tidak membuang lagi sayuran. Ia akan mencoba menikmati sayuran yang Ibu masak.
*
“Nambah lagi boleh, Bu?” Rara menyodorkan piringnya.
“Boleh dong, Sayang,” balas Ibu senang. Ia menambahkan cah kangkung ke piring Rara.
“Enak kan, Ra? Apalagi ditambah ebi dan tauco ini,” timpal Adit.
Rara mengacungkan jempol.
“Cah kangkung buatan Ibu memang paling top!” puji Ayah.
“Rumah barbie-nya jadi kan, Yah?” Rara melirik ke arah Ayah.
“Rumah Barbie?” Ibu balik bertanya, pura-pura tidak tahu.
***
Dimuat di Radar Bojonegoro, 22 Februari 2015

1 komentar:


  1. Thank you for sharing a very useful article, Download Free Tool IM below this :
    Download Free Tool IM

    BalasHapus