'Layang-layang Tanpa Benang'
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang bapak muda yang ditinggal mati oleh anak lelakinya yang masih berusia 5 tahun. Perasaan kehilangan yang teramat sangat menyakitkan membuat bapak bernama Yusril ini menjadi gila. Ia bahkan terpaksa harus dipasung karena kelakuannya yang meresahkan masyarakat.
Berikut cuplikan kisahnya :
-----
Malam yang mati,
menyisakan desah lelah dan lirih perih. Kecuali di sebuah gubuk bambu dengan
penerangan lampu teplok, kehidupan itu masih ada. Kendati hanya berupa rintihan
pilu, atau senandung sumbang berbalut kesedihan yang dalam. Lelaki muda- si
pelantun nada menyayat itu, selalu terjaga pada siang dan malam dengan
senandung pilu dan ratapan penuh derita. Air mata selalu menggenangi kelopak
matanya. Dan seperti mata air yang tidak pernah kering, bulir-bulir itu akan
selalu berjatuhan satu persatu entah sampai kapan.
Dalam keterbatasan cahaya, mata
lelaki itu masih bisa menangkap siluet layang-layang yang menggantung di atas
daun pintu. Layang-layang tanpa benang yang memberinya semangat hidup,
sekaligus kepedihan yang tidak akan pernah sirna.
------
Layang-layang
itu kini menggantung di atas pintu. Layang-layang putih dengan gambar dua tangan
yang saling berpegangan. “Terbangkan layang-layang itu ya, Nak. Bapak sudah
tidak sanggup lagi menerbangkannya. Itu layang-layangmu, Nak. Layang-layang
kebanggaanmu. Kamu tidak akan pernah kalah, karena kekalahan itu adalah mati.
Dan gila.” Setitik air bergulir menelusuri lekuk pipi cekungnya.
----
Bukunya dapat dibeli melalui penerbit seruni
atau pesan: dengan cara kirim sms dengan format
Tidak ada komentar:
Posting Komentar